Berita , D.I Yogyakarta
Muncul PP Nomor 28 Tahun 2024, 'Aisyiyah Berikan Pandangan Soal Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Pelajar

Salmah menyampaikan bahwa ayat ini multi tafsir, yang dapat dipahami tidak hanya dapat dilakukan pasangan suami istri, melainkan juga dapat dilakukan oleh pasangan yang tidak terikat perkawinan.
“Jadi dari ketentuan tersebut tidak jelas apakah hubungan seks dilakukan di dalam pernikahan atau di luar pernikahan. Ketentuan ini dapat menimbulkan pemahaman tentang hubungan seksual di luar pernikahan atau melegalkan seks bebas,” sambungnya.
Selanjutnya pada Pasal 104 Ayat (3), tentang pelayanan kesehatan reproduksi untuk usia dewasa, pada butir e, tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi pasangan usia subur dan kelompok yang berisiko. Salmah menilai ayat ini juga multi tafsir.
“Pasangan usia subur yang mendapat layanan alat kontrasepsi semestinya hanya pasangan suami istri yang terikat dengan perkawinan yang sah dan tercatat di depan pegawai pencatat nikah yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, tentang Perkawinan, pasal 2 ayat (1) dan (2),” kata Salmah.
Kemudian ketentuan Pasal 103 ayat (4) huruf b, Pasal 104 ayat (2) huruf b, dan Pasal 129 ayat (2) huruf d yang disebut Salmah banyak menyimpang dari norma agama dan susila karena memungkinkan terjadinya seks bebas atau hubungan seksual di luar pernikahan yang melanggar nilai-nilai moral dan agama serta merendahkan martabat manusia.
“Hal itu tidak sejalan atau kontradiktif dengan ketentuan Pasal 98 dari PP tersebut, yang menyatakan bahwa upaya kesehatan reproduksi harus dilaksanakan dengan menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia dan sesuai dengan norma agama,” tegasnya.
Terkait hasil kajian ini, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah menyampaikan bahwa ‘Aisyiyah telah merumuskan beberapa usulan yang akan disampaikan kepada pemerintah.
“Kami akan menyampaikan usulan perubahan terhadap pasal-pasal yang tidak sesuai dan mengusulkan agar segera dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan yang menjelaskan pasal-pasal yang krusial dan multi tafsir dimaksud,” terang Tri.
Salah satu poin yang menjadi perhatian ‘Aisyiyah adalah terkait layanan kontrasepsi agar hanya diberikan pada pasangan suami istri yang diikat dengan perkawinan yang sah dan tercatat di depan pegawai pencatat nikah.
‘Aisyiyah mengharapkan pemerintah dalam hal ini kementerian dan kelembagaan terkait agar melakukan pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dengan menganggarkan program Pendidikan HKSR ini dalam tahun yang berjalan, dari tingkat pusat sampai daerah menggandeng multipihak baik organisasi masyarakat, lembaga masyarakat, forum anak, forum remaja, dunia pendidikan dan private sektor.
“Kami berharap semoga kita semua berkomitmen dalam memberikan perhatian atas pelayanan kesehatan reproduksi untuk semua menuju Indonesia yang sehat dan sejahtera,” pungkasnya.