Artinya, “Sunah bagi kami untuk memperlihatkan rasa syukur dengan cara memperingati Maulid Rasulullah, berkumpul, membagikan makanan, dan beberapa hal lain dari berbagai macam bentuk ibadah dan luapan rasa kegembiraan,”.
Berbeda dengan ulama Syafi’iyyah, kalangan Hanafiyyah menjadikan penjelasan dari Syaikh Ibnu ‘Abidin sebagai dalil merayakan Maulid Nabi. Berikut bunyinya :
Artinya, “Ketahuilah bahwa salah satu bid’ah mahmudah (bid’ah yang baik) adalah perayaan Maulid Nabi pada bulan dilahirkannya Rasulullah,”.
Untuk kalangan madzhab Maliki, menggunakan dalil dari Al Imam Ibnu Al Haj dengan bunyi sebagai berikut :
Artinya, “ Tidaklah suatu rumah atau tempat yang didalamnya dibacakan Maulid Nabi, kecuali malaikat mengelilingi penghuni tempat tersebut dan Allah memberikan limpahan rahmat dan keridhoan-Nya,”.
Terakhir, dari kalangan madzhab Hanbali, menggunakan dalil merayakan Maulid Nabi Muhammad dari keterangan Imam Ibnu Taimiyyah, yaitu :
Mengagungkan Maulid Nabi dan menjadikannya sebagai hari raya telah dilakukan oleh sebagian manusia dan mereka mendapatkan padaha besar atau tradisi tersebut lantaran memiliki niat yang baik dan karena mengagungkan Rasulullah,”.
Bahkan menurut keterangan dari Al-Syaikh Al Mubasyir Al Tharazi, seharusnya perayaan Maulid Nabi menjadi sarana dakwah yang efektif.