Berita , D.I Yogyakarta
Jelang Pemilu 2024, Hasil Survei Menyatakan Hampir 50 Persen Difabel Terdata Bukan sebagai Difabel
HARIANE - Dalam rangka memastikan penggunaan hak politik difabel pada PEMILU 2024, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi YAKKUM, dan FORMASI Disabilitas dengan dukungan Program INKLUSI (Kemitraan Australia - Indonesia untuk Mewujudkan Masyarakat Inklusif) menyelenggarakan Survei Kesiapan Pemilih Difabel dalam Memanfaatkan Hak Politik pada Pemilu 2024.
Eksekutif Nasional Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusif Disabilitas (Formasi Disabilitas) Nur Syarif Ramadhan dalam diseminasi hasil survei “Persepsi Pemilih Difabel dalam Pemilu 2024” mengatakan hasil survei menunjukkan hampir 50% pemilih difabel terdata sebagai bukan difabel.
“Hasil survei menunjukkan hanya 35% difabel yang tercatat sebagai pemilih difabel. Sementara, 44,9% pemilih difabel terdata sebagai bukan difabel dan 19,4% tidak mengetahui status mereka sebagai pemilih dalam Pemilu 2024" ujarnya dalam konferensi pers di Hotel Tara, Kota Yogyakarta pada Kamis, 18 Januari 2024.
Syarif menyebut jika penyediaan aksesibilitas dan pemahaman KPPS terkait layanan yang aksesibel dan pendampingan bagi difabel didasarkan pada data tersebut, kemungkinan besar tidak banyak petugas di TPS yang mengetahui keberadaan pemilih difabel di TPS dimana mereka bertugas.
Sementara, untuk bisa memberikan akomodasi yang layak bagi pemilih difabel, penyelenggara Pemilu perlu, selain data jumlah pemilih difabel, juga hasil identifikasi kebutuhan untuk masing-masing ragam pemilih difabel.
“Artinya, proses pendataan pemilih bagi difabel belum mengakomodir. Petugas pendataan belum ,memahami bagaimana mengidentifikasi pemilih difabel,” sambung Syarif.
Hasil temuan survei ini, dilakukan secara daring dengan melibatkan sebanyak 479 responden disabilitas dari 31 Provinsi dengan kurun waktu Desember 2023 – 2 Januari 2024.
Anggota KPU RI - Muhammad Afifudin yang turut hadir sebagai penanggap di Diseminasi survei. Dia menjelaskan pada tahun 2014, dirinya sempat mengusulkan agar kategori difabel dicantumkan dalam DPT.
Namun, menurutnya tantangan lainnya adalah masih banyak petugas yang belum memahami terkait dengan isu dan kebutuhan difabel dalam Pemilu.
“Hanya masalahnya ada anggota petugas yg tidak menanyakan jenis disabilitas yang memilih, ada juga yang ketika tidak ditanya, dia juga tidak menginformasikan disabilitasnya,” ujar Afifudin, dalam sesi tanggapan survei.
Afifudin mengatakan, KPU berupaya untuk memfasilitasi apa yang bisa dilakukan untuk memberikan hak difabel dalam Pemilu. Kebijakan ataupun aturan terkait hak politik difabel dengan melibatkan aktivis dan NGO dalam mendorong penyelenggaraan Pemilu yang lebih ramah bagi difabel. Termasuk setiap temuan KPU ataupun yang disampaikan ke KPU dijaga dan dipertahankan.****