Berita
Rencana Perdamaian Asean untuk Myanmar Akan Ditinjau Kembali, Jika Eksekusi di Negara Itu Masih Tinggi
Anasya Adeliani
Rencana Perdamaian Asean untuk Myanmar Akan Ditinjau Kembali, Jika Eksekusi di Negara Itu Masih Tinggi
Menteri luar negeri dari negara-negara anggota kelompok dan rekan-rekan mereka dari Amerika Serikat, Cina, Rusia dan mitra kunci lainnya akan bertemu untuk AMM yang berlangsung hingga Jumat, 5 Agustus 2022.
Menteri luar negeri yang ditunjuk oleh Dewan Administrasi Negara Myanmar tidak diundang ke AMM tahun ini.
Hal ini sejalan dengan status quo Asean di mana Myanmar hanya dapat diwakili oleh perwakilan non-politik sampai ada kemajuan dalam mengimplementasikan konsensus.
Malaysia mengatakan pekan lalu bahwa mereka akan menghadirkan kerangka kerja untuk implementasi konsensus di AMM, setelah para kritikus berkomentar tentang bagaimana eksekusi Myanmar memicu "ejekan" terhadap rencana perdamaian Asean.
Myanmar akan menjadi fokus utama pembicaraan.
“Di Myanmar, kami telah menghabiskan begitu banyak waktu dan energi, menghadapi begitu banyak kesulitan dan kritik untuk membantu negara ini dan rakyatnya menemukan beberapa solusi politik. Kami akan terus melakukannya tanpa membahayakan, dengan cara apa pun, persatuan Asean kami dapat terwujud, " ucap ketua Hun Sen.
Militer Myanmar pekan lalu membela eksekusi para aktivis sebagai "keadilan bagi rakyat", menepis banjir kecaman internasional termasuk oleh tetangga terdekatnya.
Militer mengeksekusi para aktivis karena membantu "aksi teror" oleh gerakan perlawanan sipil, eksekusi pertama Myanmar dalam beberapa dasawarsa.
Myanmar tidak akan diwakili pada pertemuan minggu ini, juru bicara ketua ASEAN mengatakan pada Senin, 1 Agustus 2022 setelah penguasa militernya menolak proposal untuk mengirim perwakilan non-junta sebagai gantinya.
Melansir dari laman Malay Mail, Asean sejak akhir tahun lalu melarang junta Myanmar bergabung dalam pertemuannya karena kurangnya kemajuan dalam mengimplementasikan rencana perdamaian.
Beberapa anggota Asean lainnya, yang memiliki tradisi tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing, semakin keras dalam mengkritik para jenderal.
Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah menggambarkan eksekusi tersebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan tampaknya menimbulkan "ejekan" terhadap rencana perdamaian Asean.