Harianesia
Tanaman Bambu, Si ‘Raksasa Hijau’ Penyelamat Lingkungan dari Longsor dan Kekeringan
HARIANE – Tanaman bambu tentu sudah tidak asing bagi masyarakat, karena kerap ditemukan di sekitar kita. Tanaman yang memiliki ciri batang beruas-ruas ini termasuk dalam famili Poaceae, yang juga dikenal sebagai giant grass.
Bambu memiliki nama yang berbeda-beda di setiap wilayah Indonesia, seperti pring atau empring di Jawa, serta awi atau tamiang di Sunda.
Berbunga satu kali setiap tahunnya, tanaman bambu dikenal sebagai tanaman dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Hal ini disebabkan oleh sistem rhizoma dependent yang unik. Dalam sehari, bambu dapat tumbuh hingga sepanjang 60 cm (24 inci), tergantung pada kondisi tanah dan iklim lingkungannya.
Tercatat ada 1.439 jenis bambu di dunia, dan 162 jenis di antaranya hanya dapat tumbuh dengan baik di Indonesia.
Tanaman bambu seolah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat, bahkan telah menjadi bagian dari budaya karena banyaknya manfaat yang dimilikinya.
Masyarakat umum menggunakan bambu sebagai bahan utama untuk konstruksi rumah, perkakas rumah tangga, alat musik tradisional, bahkan diolah menjadi bahan makanan.
Selain itu, bambu juga dikenal sebagai tanaman penahan longsor. Sistem akarnya mampu menyerap air dalam jumlah besar dan mengikat tanah, menjadikan bambu sebagai pilihan utama dalam pencegahan longsor, erosi, dan sedimentasi.
Diketahui, satu hektare tanaman bambu mampu menyerap karbon hingga 100–400 ton setiap tahunnya.
Dikutip dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam artikel berjudul Antisipasi Bencana dengan Bambu (2016), disebutkan bahwa bambu merupakan tanaman ideal untuk memperbaiki kondisi daerah hulu dan sempadan sungai sebagai bagian dari upaya pencegahan banjir maupun tanah longsor.
Di Kabupaten Gunungkidul, wilayah karst yang luas menyebabkan bencana kekeringan rutin terjadi saat musim kemarau. Tak hanya itu, wilayah utara Gunungkidul seperti Kapanewon Patuk, Ngawen, Gedangsari, dan Nglipar, juga menjadi langganan tanah longsor saat musim penghujan.
Struktur tanah di zona utara Gunungkidul umumnya hanya menempel di atas batuan. Ketika muncul rekahan, air hujan akan meresap dan memicu longsor.
Peran tanaman bambu dalam kondisi seperti itu sangat vital. Akar bambu yang mampu mengikat tanah dan air sangat penting untuk wilayah tersebut. Penanaman bambu di lereng bukit dan lahan kritis menjadi salah satu langkah mitigasi bencana tanah longsor.****