Berita , Kesehatan
Apa itu Leptospirosis? Berikut Gejala, Penyebaran, dan Pencegahan
Nabila Intan Aprilia
Masyarakat hendaknya menjaga kesehatan utamanya pada daerah yang dihuni banyak tikus. (Foto: Unsplash/Joshua J. Cotten)
HARIANE – Apa itu Leptospirosis? Salah satu penyakit yang bersumber dari hewan dengan tingkat bahaya cukup tinggi.
Kondisi yang perlu diwaspadai adalah saat musim penghujan, karena tidak hanya berpotensi meningkatkan demam berdarah dan flu, namun penyakit Leptospirosis juga rawan terjadi dan mengancam masyarakat.
Perlu diketahui, selain dalam kondisi hujan bahkan banjir, penyakit Leptospirosis kerap menyerang orang-orang yang terbiasa melakukan kontak dengan hewan yang terinfeksi.
Lantas, apa itu Leptospirosis?
Leptospirosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp, yang mudah tersebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi. Biasanya penyakit Leptospirosis ini kerap ditemui pada hewan babi, tikus, kucing, anjing, sapi, dan kambing. Bakteri Leptospira dapat keluar sewaktu-waktu bersama urine sehingga mampu mengontaminasi air dan tanah. Perlu diperhatikan, bakteri ini tidak mudah mati karena memiliki daya tahan lama bahkan selama beberapa bulan atau tahun. Dirilis laman Provinsi Jawa Tengah, adanya Leptospirosis diakibatkan oleh bakteri Leptospira sp yang ditularkan hewan ke manusia, atau sebaliknya. Sementara di Indonesia kasus penularan Leptospirosis kerap terjadi melalui kencing tikus saat kondisi banjir dan menyebabkan perubahan lingkungan. Mengingat tingkat bahaya apabila terkena penyakit Leptospirosis yang tinggi hingga mencapai kematian, maka perlu mengetahui gejala, cara penyebaran, dan upaya pencegahan.Gejala Leptospirosis
Leptospisoris ringan dapat diketahui apabila telah mengalami gejala, seperti, demam (38,5 derajat Celsius atau lebih tinggi), sakit kepala, badan lemah, otot nyeri hingga sulit berjalan, kemerahan pada selaput putih mata, kekuningan pada mata dan kulit. Sedangkan, Leptospirosis berat dapat dicermati apabila telah merasakan gejala seperti, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi pada paru-paru, pendarahan, dan kekuningan pada mata dan kulit.Cara Penyebaran Leptospirosis
Penyebaran Leptospirosis sangat mudah saat kondisi banjir, karena banjir akan membuat tanah becek dan membawa lumpur. Sehinga penularan Leptospirosis dapat terjadi saat seseorang melakukan kontak langsung dengan cara berikut. 1. Ada kontak langsung antara kulit manusia dengan urine hewan yang terinfeksi. 2. Kontak antara kulit dengan air, tanah, dan lumpur yang terkontaminasi urine hewan terinfeksi. 3. Mengonsumsi makanan atau minuman, yang terinfeksi urine hewan pembawa bakteri. Bakteri Leptospira sp mudah masuk melalui kulit luka terbuka, baik luka kecil atau lecet dan luka besar, mata, hidung, mulut, serta pencernaan.Faktor Risiko Penularan Leptospirosis
1. Bermukim atau beraktivitas di wilayah yang rawan banjir. 2. Bermukim atau beraktivitas di wilayah yang dihuni oleh banyak tikus. 3. Melakukan aktivitas di sungai. 4. Melakukan olahraga yang berkaitan dengan air, seperti renang. 5. Berisiko terhadap pekerjaan petani, peternak, petugas kebersihan, petugas pemotongan hewan, tentara, dan sebagainya.Cara Pencegahan Leptospirosis
Sehingga setelah mengetahui cara penyebaran, hendaknya masyarakat berupaya untuk menjaga kesehatan diri dengan menghindari aktivitas dan pola hidup yang dapat mengundang bakteri Leptospira sp. Dapat diketahui beberapa cara pencegahan terhadap penularan penyakit Leptospirosis berikut. 1. Simpan makanan atau minuman agar tidak dijangkau oleh tikus. 2. Segera mencuci tangan dan kaki menggunakan sabun, apabila selesai beraktivitas di selokan, sawah, kebun, dan tempat rawan Leptospirosis lainnya. 3. Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah dan penampungan air. 4. Menjaga kebersihan lingkungan. 5. Memberi alat penangkapan tikus. 6. Menutup luka pada tubuh dengan tepat dan menggunakan perban kedap air. 7. Mengunakan sepatu boot apabila beraktivitas di daerah kotor dan basah. Sebagai informasi, salah satu kasus penyebaran penyakit Leptospirosis sudah ditemui di wilayah Bantul, Yogyakarta. Sepanjang 2023, terdapat sekitar 37 kasus Leptospirosis di Bantul, Yogyakarta. Dari jumlah kasus tersebut, 6 orang dinyatakan meninggal dunia Setelah memahami apa itu Leptospirosis sekaligus tingkat bahayanya, maka hendaknya masyarakat tetap waspada saat musim penghujan dan menerapkan pencegahan baik ke diri sendiri dan lingkungan sekitar.**** Baca artikel menarik lainnya di Harianejogja.com
1