Berita , D.I Yogyakarta
Kadin DIY Meminta Kenaikan Tarif Pajak Hiburan Ditunda, Sementara Tarif Pajak Masih Aturan Lama
HARIANE - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY meminta kepada pemerintah untuk menunda kenaikan tarif pajak hiburan 40%-75%.
Wakil Ketua Umum Bidang Perpajakan & Kepabeanan Kadin DIY, Deddy Suwadi secara tegas menyampaikan Kadin DIY keberatan karena sektor pariwisata baru saja pulih pasca pandemi Covid-19 dan belum stabil secara ekonomi.
"Kami nyatakan sikap atas kebijakan pemerintah berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.58 Tahun 2023, serta Peraturan Menteri Keuangan No.168 Tahun 2023, penetapan tarif pajak 40%-75% Kadin DIY meminta penundaan penerapan dari pajak," paparnya dalam konferensi pers pada Rabu, 24 Januari 2024 di Kadin DIY.
Menurutnya terkait dengan penetapan tarif pajak hiburan 40-75% Kadin DIY tidak dilibatkan dalam pembahasannya, sehingga pihaknya mengaku berat jika tarif pajak hiburan naik, dan dampak lebih jauhnya lagi bisa menurunkan kunjungan wisatawan mancanegara ke DIY.
"Kadin DIY akan melakukan komunikasi didampingi teman-teman kabupaten/kota dengan kepala daerah dan Gubernur, kami akan sampaikan terkait dengan potongan 40%-75 juga berikan kesempatan kepala daerah berikan keringanan kebijakan fiskal daerah, pembebasan atau pengurangan terkait pembebanan pajak," paparnya.
Lebih lanjut, pihaknya menyampaikan kenaikan tarif pajak akan membuat wisata di DIY menjadi mahal. Pajak hiburan di luar negeri seperti di Thailand menurutnya justru diturunkan untuk mendorong kunjungan wisata.
Menurutnya kenaikan tarif pajak hiburan ini juga bertentangan dengan upaya pemerintah mendorong peningkatan devisa. Sebab wisatawan akan memilih berkunjung ke negara lain seperti Thailand dan Malaysia.
"Mereka (wisatawan) akan berpikir dua kali, sehingga dampak lainnya hunian berkurang, teman-teman di PHRI dan lainnya," ujarnya.
Dampaknya lainya bahkan bisa PHK secara masal, industri lainnya juga akan terdampak. Untuk itu pihaknya kembali tegaskan untuk menunda, sementara tarik pajak masih dengan ketentuan yang lama.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo menilai kebijakan ini ngawur, sebab tidak ada komunikasi dengan pengusaha sektor wisata. Senada dengan Kadin DIY, dia menyebut dampak lebih jauh akan mengakibatkan PHK.
"Karena kalau ini dinaikkan beberapa pengusaha akan berat, enggak hanya pajak operasional yang tinggi. Wisatawan yang mau belanja ke DIY juga malas, mereka ke Malaysia Thailand, bahkan masyarakat Indonesia ke Singapura. Kami minta penundaan, ini kebijakan ngawur," ungkapnya.
Penasihat Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) DIY, Edwin Himna mengatakan keberatan karena wisatawan yang datang ke DIY rata-rata menggunakan jasa spa, meski di beberapa negara lain dan negaranya sendiri juga ada spa.