Berita , D.I Yogyakarta
Pentingnya Partisipasi Difabel dan Peran Kepala Daerah dalam Mewujudkan Pembangunan yang Inklusif
HARIANE - Aksi Kolektif yang terdiri dari puluhan organisasi masyarakat sipil mengeluarkan pernyataan bersama terkait Pilkada 2024.
Pernyataan tersebut menyoroti poin-poin penting dalam proses penyelenggaraan pemilu, terutama Pilkada yang akan dilangsungkan secara serentak pada 27 November 2024.
Aksi kolektif yang diprakarsai oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi Yakkum, Formasi Disabilitas, dan LKiS Yogyakarta menegaskan bahwa konstitusi dan berbagai aturan telah memberikan jaminan pemenuhan hak politik difabel/penyandang disabilitas, namun hak memilih dan dipilih bagi difabel masih sering terlanggar.
Eksekutif Nasional Formasi Disabilitas, Nur Syarif Ramadhan, mengatakan bahwa rendahnya jumlah pemilih difabel yang terdaftar, hambatan bagi difabel psikososial yang tinggal di panti rehabilitasi untuk menggunakan hak pilih, serta berbagai hambatan dalam pelaksanaan pencoblosan adalah sebagian dari temuan dalam Pemilu 2024 yang penting menjadi perhatian dalam perbaikan penyelenggaraan Pilkada yang tinggal menghitung hari.
Temuan dalam pemantauan Pemilu 2024 di 218 tempat di 42 Kabupaten/Kota, di 20 Provinsi menjadi catatan merah bagi penyelenggara Pemilu.
Mulai dari pendataan Pantarlih, tidak tercatatnya difabel sebagai pemilih difabel yang berpengaruh terhadap akomodasi pemilih difabel. Kemudian, masih terdapat bilik suara yang tidak aksesibel di 33 TPS dan sulit dijangkau pemilih difabel.
“Masih banyak temuan lainnya. Gap-nya sangat tinggi. Dari sini diperkirakan ada lebih dari 1 juta difabel yang tidak tercatat sebagai pemilih difabel,” kata Syarif, Jumat, 11 Oktober 2024.
Perwakilan dari PR Yakkum, Rani Ayu Hapsari, menyampaikan bahwa antusiasme organisasi difabel terhadap aksi kolektif untuk berpartisipasi dalam pemantauan Pemilu ini cukup tinggi.
Menurutnya, aspirasi difabel sangat penting untuk menyatakan pendapat tentang bagaimana calon pemimpin 5 tahun mendatang, termasuk dalam Pilkada 2024.
Dari hasil survei yang dilakukan oleh aksi kolektif, lanjutnya, sebagian besar pemilih difabel tidak mengetahui rekam jejak tentang penggelapan dana.
Salah satu temuan menunjukkan bahwa calon pemimpin daerah tidak dikenal oleh calon konstituen dari sisi bersih dari korupsi atau tidak.
“Hendaknya calon kepala daerah melakukan konsultasi dan dialog langsung dengan difabel saat berkampanye, serta melaporkan aset/kekayaan yang dimiliki kepada publik untuk pembuktian bahwa mereka tidak memiliki rekam jejak penggelapan dana,” terang Rani.