Seketika suasana hati Ki Ageng Mangir ngemban ngentul atau bimbang, yang konon tempatnya berisitirahat menjadi nama Bantul.
Meski begitu, Ki Ageng Mangir tetap melanjutkan perjalanan dan benar saja seperti yang dibisikkan pusakanya itu.
Begitu bertemu Panembahan Senopati, saat bersimpuh menyembah, kepalanya dibenturkan ke kursi singgasana oleh sang mertua hingga tewas.
Sama seperti namanya, perempatan Palbapang terletak di Kelurahan Palbapang, Kapanewon Bantul. Jaraknya sekitar 16 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta.
Perempatan Palbapang terhitung masih satu garis lurus dengan Jalan Bantul yang menghubungkan dengan Kota Yogyakarta.
Lokasinya pun terbilang cukup strategis, setiap detik kendaraan berseliweran menuju empat arah mata angin tanpa henti. Akan tetapi, meski berada di tempat strategis, perempatan Palbapang telah menjadi momok bagi masyarakat Bantul dengan kondisi tertentu.
Hal ini lantaran mitos yang berkembang cukup besar, bahkan bukan hanya masyarakat lokal Bantul saja, melainkan masyarakat Jogja secara luas.
Mereka percaya ada kutukan mistis yang akan memperburuk keadaan jika melintas di Palbapang dalam kondisi sakit.
Untuk itu, biasanya warga sekitar memilih mencari jalan alternatif meskipun jaraknya lebih jauh. Mereka tak ingin terkena sial akibat melanggar mitos tersebut.
Dari beberapa mitos yang berkembang, mitos yang cukup populer adalah pengantin diharuskan melepas ayam di perempatan Palbapang. Jika lokasi pernikahan mengharuskan melewati Palbapang.
Jika tidak, pernikahan mereka dipercaya tidak akan awet lama atau berujung dihampiri musibah. Maka, sudah wajar bagi masyarakat Bantul jika melihat ayan berkeliaran atau diturunkan di perempatan tersebut.
Bahkan, bukan hanya ayam saja, tetapi beragam ubo rampe atau sesajen yang dilengkapi kembang setaman yang diletakkan di bawah tugu perempatan. Hal ini dilakukan sebagai upaya penolak bala.