Berita , D.I Yogyakarta
Refleksi Haedar Nashir HUT ke 79 RI: Jangan Berhenti di Kesemarakkan Lahiriah
HARIANE – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak segenap warga bangsa untuk sama-sama melakukan refleksi dalam momentum HUT ke 79 RI.
Haedar mengatakan, merayakan kemerdekaan tentu mengandung rasa gembira sebagai ekspresi kesyukuran atas karunia Tuhan yang sangat berharga.
Namun kegembiraan harus disertai penghayatan akan makna merdeka dan nilai-nilai dasar yang menjadi nyawa Indonesia agar kegembiraan itu tidak bersifat lahiriah semata, apalagi berubah menjadi pestapora.
“Apakah Pancasila saat ini benar-benar dijadikan ruh, jiwa, atau nyawa dalam penyelenggaran dan kebijakan membangun Negara Republik Indonesia? Apakah seluruh warga dan pemimpin Indonesia senantiasa berpikir, bersikap, dan bertindak di atas landasan nilai utama Pancasila. Pancasila tidak menjadi jargon dan kata-kata belaka,” kata Haedar, Sabtu, 17 Agustus 2024.
Haedar mengatakan Pancasila menjadi praktik hidup berbangsa dan bernegara yang luhur dan utama. Maka wujudkan dan praktikkan Pancasila dalam kehidupan politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan kebijakan-kebijakan publik secara nyata.
“Kekuasaan dalam pemerintahan negara di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga-lembaga bentukan pemerintahan lainnya haruslah berdiri tegak di atas nilai dasar Pancasila dan konstitusi Indonesia. Agama dan kebudayaan menjadi nilai luhur yang membentuk dasar moral dan etika berindonesia,” jelasnya.
Ia menekankan, dalam merayakan HUT Kemerdekaan ke-79, maka hayati dan praktikkan nilai-nilai dasar yang menjadi nyawa Negara Republik Indonesia. Jangan berhenti di kulit luar dan kesemerakkan lahiriah semata.
“Bangunlah jiwa Indonesia agar lahir Indonesia Raya yang bernyawa. Yakni Indonesia yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur sebagai tujuan dan cita-cita nasional yang digoreskan para pendiri negara. Bawalah negara dan bangsa tercinta ini pada cita-cita luhurnya yang mulia,” ujarnya.
“Karenanya, jangan biarkan Indonesia saat ini nestapa apalagi mati suri karena raganya terlepas dari jiwanya. Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, politik uang, politik transaksional, politik dinasti, utang negara, salah urus dan penyimpangan dalam pengelolaan sumberdaya alam wujud dari penghianatan atas jiwa kemerdekaan Indonesia,” sambungnya.
Haedar juga menegaskan bahwa kemerosotan moral, etika, dan segala tindakan buruk dalam berbangsa-bernegara merupakan bentuk perusakan jiwa Indonesia.
“Kunci Indonesia Raya agar tetap bernyawa dan tidak salah arah dalam memperjuangkannya berada di pundak para pemimpin bangsa,” tegas Haedar.
Haedar berpesan agar para pemimpin Indonesia berjiwa, berpikiran, bersikap, dan bertindak sejalan Pancasila, agama, kebudayaan, dan sejarah Indonesia nan sarat makna.