Berita , D.I Yogyakarta
Talkshow Dari Toko Buku ke Komunitas FSY 2025, Upaya Merawat Literasi Lewat Komunitas di Balik Etalase Buku

HARIANE – Talkshow bertajuk Dari Toko Buku ke Komunitas menjadi salah satu sesi penting dalam Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2025 yang digelar Jumat (1/8/2025) pukul 19.30–21.30 WIB di Panggung Pasar Sastra, Taman Budaya Embung Giwangan.
Forum ini mengulas transformasi peran toko buku independen menjadi ruang komunitas dan pusat literasi di tengah tantangan era digital serta perubahan pola baca generasi muda.
Dalam talkshow ini, pengelola Kedai JBS, Mutia Sukma, berbagi pengalaman membangun ekosistem literasi berbasis komunitas. Ia mengungkapkan bahwa Kedai JBS tumbuh dari akar komunitas hingga akhirnya dengan semangat kolektif menjadi fondasi utama lahirnya toko dan penerbitan tersebut.
“Awalnya kami memang dari komunitas. Sebelum menjadi bisnis, kami sudah berjalan sebagai ruang berbagi antarteman,” kata Mutia.
“Kami memang dari komunitas dulu, bukan dari niat bisnis. Dari teman-teman yang saling berbagi ketertarikan yang sama, lalu lahirlah ruang ini,” sambungnya.
Narasumber lain, Ari Bagus Panuntun selaku pengelola Warung Sastra, menceritakan latar lahirnya Warung Sastra yang bermula dari kreativitas dan kebutuhan mahasiswa.
“Warung Sastra dimulai tahun 2017. Kami mahasiswa yang bertahan hidup dengan menjual buku. Buku-buku kami foto dengan kamera seadanya, lalu diunggah ke media sosial. Keuntungannya 20 persen. Ini cara kami bertahan dan tetap dekat dengan buku,” terang Bagus.
“Kami jualan buku seadanya, dengan modal niat dan kamera HP. Tapi karena konsisten dan menghidupi kegiatan itu, maka komunitas pun tumbuh secara organik,” lanjutnya.
Talkshow ini juga mengulas strategi inovatif toko buku, seperti menggabungkan fungsi kedai dan literasi, serta menghadirkan program khas seperti Malam Buku di Warung Sastra atau kelas menulis di Kedai JBS. Program-program tersebut secara efektif mengubah pengunjung menjadi bagian dari komunitas yang aktif dan loyal.
Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Ismawati Retno, menyatakan pihaknya berkomitmen untuk terus memberikan ruang bagi komunitas literasi, terutama yang tumbuh secara organik dari masyarakat.
“Komunitas adalah nadi dari kehidupan literasi. Kami berupaya hadir bukan hanya sebagai fasilitator kegiatan, tetapi juga sebagai mitra untuk tumbuh bersama. Seperti halnya di Festival Sastra ini, kami ingin ekosistem komunitas sastra di Yogyakarta terus hidup dan saling menguatkan,” kata Ismawati.
Diskusi ini menjadi refleksi penting bahwa toko buku independen hari ini bukan semata ruang niaga, melainkan simpul budaya yang hidup. Melalui sinergi komunitas, model hibrida toko, dan kegiatan literasi berkelanjutan, toko buku dapat bertahan sekaligus tumbuh sebagai pusat percakapan dan gerakan.