Menurut Irene, Yogyakarta berada di posisi unik: kota seni dan budaya yang bersisian langsung dengan kampus, komunitas digital, dan pelaku ekonomi kreatif. Jika Danais dimanfaatkan tepat, Jogja bisa melahirkan ekosistem IP layaknya Seoul, Tokyo, atau Bandung—tapi dengan jiwa dan akar lokal yang kuat.
Talkshow ini juga menggarisbawahi pentingnya membangun model kolaborasi lintas sektor dan lintas kementerian.
“Kalau selama ini Jogja dijual lewat gambar Tugu dan candi, sekarang saatnya Jogja menjual IP lokalnya ke dunia. Ini bukan sekadar branding, ini perebutan pasar budaya digital global,” tegas Irene.
Diaspora dan Transportasi Luar Negeri Jadi Etalase IP Indonesia
Tak hanya di dalam negeri, Kementerian Ekraf juga membuka strategi pemanfaatan Danais untuk diplomasi budaya melalui IP lokal.
Salah satunya melalui kerja sama dengan diaspora dan promosi karya kreatif di transportasi publik luar negeri seperti MRT Singapura atau tram Hong Kong.
“Kita punya kekayaan budaya, tapi belum cukup berani menjadikannya produk ekonomi. Danais bisa jadi katalisnya,” tambah Irene.
Integrasi Kebijakan: Seni, Teknologi, dan Ekonomi
Talkshow ini ditutup dengan peluncuran lagu “Perjalanan Cinta”, hasil kolaborasi lintas sektor yang melibatkan musisi, pemerintah, dan akademisi. Lagu ini menjadi simbol bahwa kebudayaan dan teknologi bisa berpadu dalam satu ekosistem ekonomi baru.
Hadir pula dalam acara ini Rektor UGM Prof. dr. Ova Emilia dan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif Yovie Widianto, mempertegas bahwa semangat integrasi kini bukan wacana, tapi harus segera dieksekusi.****