Cara thaharah saat kondisi banjir perlu diketahui, agar tidak putus ibadah meskipun dalam bencana. (Foto: Unsplash/Chris Gallagher)
Pernyataan yang melatarbelakangi diperbolehkan menggunakan air banjir yang keruh adalah sebagai bentuk mempermudah masyarakat dalam thaharah, karena kondisi air bercampur debu dan tanah kerap ditemukan pada sehari-hari.
Air yang bercampur debu dan tanah sifatnya hanya memperkeruh warna air, tidak mengubah nama air. Hal tersebut disampaikan dalam kitab Fath al-Wahhab:
“Air tidak dikatakan berubah sebab bercampur debu atau bercampur garam air, meskipun keduanya (sengaja) dilemparkan pada air, (hukum demikian) bertujuan untuk memudahkan masyarakat karena debu hanya memperkeruh air dan garam air merupakan gumpalan yang berasal dari air, serta tidak sampai mengubah kemutlakan nama air, meskipun perubahan dengan dua komponen tersebut secara bentuk menyerupai perubahan air yang banyak disebabkan oleh benda-benda melebur (mukhalith),” (Syekh Zakaria al-Anshari, Fath al Wahhab, juz 1, hal. 5).
Di sisi lain apabila seseorang yakin bahwa perubahan air banjir karena banyak dicampuri oleh benda selain debu dan tanah, seperti sampah hingga mengubah rasa, bau, dan warna, maka air tersebut tidak dapat digunakan.
BACA JUGA : BMKG Rilis Wilayah Berpotensi Banjir Rob Januari 2023, Berikut Daftar Lokasi dan TanggalnyaSehingga cara thaharah saat kondisi banjir, pertama harus mencari dahulu sumber air bersih dan jernih, kemudian jika tidak memungkinkan maka diperbolehkan menggunakan air banjir yang keruh, selama perubahan dari air banjir disebabkan campuran komponen debu dan tanah.****