HARIANE - Saham Starbucks terus mengalami penurunan selama 11 hari berturut-turut dan menyebabkan nilai perusahaan turun hingga 9,4% atau sekitar $11 miliar (Rp 170 Triliun).
Salah satu penyebabnya adalah adanya gerakan boikot di berbagai negara terhadap produk-produk yang mendukung agresi Israel ke Palestina.
Penurunan nilai saham Starbucks ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti kampanye Natal yang gagal, penjualan yang lesu di China dan kekhawatiran investor terhadap boikot dan mogok kerja yang terjadi.
Dilansir dari Marroco World News, penurunan nilai saham Starbucks ini merupakan rekor terburuk dalam sejarah perusahaan mereka.
Penurunan terbesar terjadi di pasar utama mereka di Amerika Serikat, di mana harga-harga naik membuat pelanggan sulit untuk berbelanja.
Meski sempat naik sedikit di awal November karena hasil keuangan triwulan yang bagus dan prospek penjualan yang cerah untuk tahun 2024, saham Starbucks terus merosot dalam dua minggu terakhir.
Hal ini terjadi karena penjualan mereka terus menurun selama tiga minggu berturut-turut, terutama karena adanya boikot dan mogok kerja, termasuk mogok kerja pada Red Cup Day yang memengaruhi sekitar 200 gerai di AS.
Para analis khawatir dengan penurunan penjualan Starbucks, terutama di AS untuk kuartal ini. Kekhawatiran investor semakin meningkat, terutama setelah data kartu kredit menunjukkan penurunan pembelanjaan selama tiga minggu terakhir.
Salah satu faktor penurunan ini adalah boikot terhadap Starbucks, yang merupakan bagian dari gerakan menolak merek-merek global yang diduga mendukung agresi Israel terhadap Gaza.
Boikot ini semakin memperkuat seruan untuk memboikot Starbucks, terutama karena mantan CEO mereka, Howard Schultz, secara terbuka mendukung pendudukan Israel.
Keseluruhannya, Starbucks sedang mengalami masa sulit yang membuat kecemasan investor semakin meningkat karena kerugian perusahaan yang rekor.****