HARIANE – Gunungkidul kaya akan adat dan tradisi. Salah satunya adalah tradisi Gumbregan yang hingga kini masih terus dilestarikan oleh warga Bumi Handayani.
Gumbregan adalah sebuah tradisi "ulang tahun" ternak yang dimiliki oleh warga. Setiap delapan bulan sekali, warga Gunungkidul yang memiliki ternak, baik sapi, kambing, maupun hewan lainnya, menggelar tradisi ini.
"Gumbregan biasa dikenal sebagai hari ulang tahun ternak. Jadi biasanya kami buatkan among-among dengan beberapa ubo rampe," kata salah seorang warga Kalurahan Karangrejek, Wonosari, Gunungkidul, Wakidi.
Menurutnya, tradisi Gumbregan ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu di zaman leluhur. Hingga kini, tradisi tersebut masih diteruskan dan dilestarikan oleh sebagian warga Gunungkidul.
Dalam pelaksanaan Gumbregan, warga menyiapkan ubo rampe berupa ketupat, umbi-umbian rebus seperti singkong dan talas, serta hasil bumi lainnya, jadah woran, pulo, kembang telon, dan minyak kelapa.
Beberapa komponen ini kemudian didoakan bersama oleh warga di rumah, balai padukuhan, atau balai budaya.
Setelah didoakan, sebagian ubo rampe diberikan kepada ternak dan sebagian lainnya dibagikan kepada anak-anak yang ikut berdoa dalam tradisi tersebut.
"Ini sebagai simbol ucapan terima kasih kami sebagai pemilik kepada ternak-ternak kami yang telah membantu mengolah lahan. Dahulu, sapi digunakan untuk membajak sawah. Belum lagi kotoran ternak yang bisa digunakan sebagai pupuk. Selain itu, ternak juga merupakan salah satu cara warga Gunungkidul untuk menabung atau berinvestasi," kata Wakidi, pelestari budaya di Karangrejek.
Wakidi menjelaskan, Gumbregan juga menjadi ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki yang diberikan melalui ternak yang dipelihara.
Tradisi ini juga menjadi sarana memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar ternak dan pemiliknya diberi keselamatan serta agar ternak yang dipelihara berkembang biak dan membawa rezeki serta manfaat.
Pada tahun 2025 ini, tradisi Gumbregan jatuh pada Selasa Wage, 18 Maret 2025. Warga pun banyak yang melaksanakan tradisi ini secara sederhana di rumah masing-masing.
"Kalau di Karangrejek sendiri, biasanya tradisi Gumbregan digelar secara meriah dan terpusat di Omahku Wacana Tirtomoyo. Namun, karena bertepatan dengan bulan Ramadan, maka pelaksanaannya dilakukan secara sederhana di masing-masing rumah tanpa mengurangi esensinya," paparnya.