Berita , D.I Yogyakarta
Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta Kirimkan Kaca Pembesar untuk Stafsus Presiden, Atas Intimidasi yang Dilakukan Terhadap Sejumlah Petinggi Kampus
HARIANE - Hingga kini semakin banyak gerakan moral dari Guru Besar dan civitas akademika lintas kampus di Indonesia yang kritisi situasi pemerintahan yang makin tidak demokratis dan beretika.
Atas gerakan moral tersebut, Presiden menyatakan hak demokrasi namun fakta yang diungkap majalah investigasi terkemuka di Indonesia ada aparat yang mengintimidasi sejumlah petinggi kampus.
Koordinator Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta, Tri Wahyu menyebut salah satu koordinator Stafsus Presiden Saudara Ari Dwipayana telah menyatakan bahwa gerakan Guru Besar dan civitas akademika tersebut adalah orkestrasi kepentingan elektoral.
Untuk itu, koalisi pegiat HAM Yogyakarta menyatakan sikap atas tindakan tersebut.
Pertama, mengecam keras pernyataan saudara Ari Dwipayana yang melupakan akar sebagai akademisi sekaligus pernah aktif di salah satu NGO di Yogyakarta, dengan keblinger menyatakan gerakan moral Guru Besar dan civitas akademika lintas kampus di Indonesia sebagai orkestrasi kepentingan elektoral.
"Saudara Ari Dwipayana yang mestinya membawa nilai-nilai keilmuan dan idealisme malah terjerembab dalam fenomena akut Asal Bapak Nepotisme senang," ujarnya didalam release tertulis pada Selasa, 06 Februari 2024.
Kemudian, pemberitaan beberapa waktu terakhir jelas menyajikan fakta bagaimana berpihaknya seorang kepala negara (ada acungan 2 jari dari mobil kepresiden dan Jokowi sebut itu menyenangkan).
Selain itu, beberapa menteri yang dianggap partisan untuk pemenangan dinasti nepotisme termasuk yang dilakukan saudara Luhut Binsar Panjaitan yang disumpah atau berjanji diatas kitab sucinya- sebagai menteri ataupun pejabat publik untuk bangsa dan negara malah terang-terangan menyatakan partisan ke paslon dinasti nepotisme Jokowi.
Kedua, mengecam keras intimidasi yang dilakukan aparat kepada beberapa petinggi kampus yang kritis pada pemerintahan rezim Jokowi.
Hal ini menunjukkan problem serius terkait netralitas aparat dalam Pemilu 2024 sekaligus fenomena Nabok Nyilih Tangann" yaitu "Nabok Pengkritik Rezim dengan Pinjam Tangan Aparat yang jelas-jelas melanggar konstitusi dan merusak amanat reformasi 1998,
"Ketiga, dengan ini kami juga mengirim kaca pembesar untuk para pejabat istana yaitu Presiden Joko Widodo, Mensesneg Pratikno dan Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana. Kaca pembesar untuk Presiden Joko Widodo kami beri nama Bangkotan (akronim dari Bapak Konflik Kepentingan), untuk Mensesneg Pratikno kami beri nama Operator (Operator Nepotisme) dan untuk Koordinator Stafsus Presiden kami beri nama busuk," ujarnya
Menurutnya, kaca pembesar yang dapat dipakai untuk memperjelas penglihatan pejabat istana atas makin brutal dan busuknya kongkalikong di istana untuk kepentingan elektoral atau pemenangan dinasti nepotisme Jokowi.****