Berita , Gaya Hidup , Nasional , D.I Yogyakarta , Kesehatan
Jumlah Penderita TBC di Indonesia Tertinggi Kedua di Dunia

"Merokok adalah faktor risiko TBC. Ini yang menjadi tantangan. Banyak anak yang hidup di lingkungan dengan orang tua yang berisiko tinggi terkena TBC. Bahkan, bisa jadi ada orang tua yang sudah memiliki TBC tetapi tidak bergejala. Jika ada gejala batuk, penyebarannya melalui droplet lebih mudah dideteksi," terangnya.
Ia juga menambahkan bahwa penderita diabetes mellitus memiliki risiko lebih tinggi terkena TBC, karena daya tahan tubuh mereka lebih lemah.
"Respon imunitas pada penderita diabetes lebih lambat dalam melawan bakteri. Jika seseorang tidak memiliki diabetes, respons tubuh terhadap bakteri lebih cepat. Namun, pada penderita diabetes, prosesnya lebih lambat sehingga risiko terkena TBC lebih tinggi," jelasnya.
TPT untuk Pasien Diabetes dan HIV
Menanggapi tingginya risiko TBC pada penderita diabetes, pasien diabetes mellitus (DM) nantinya akan menjadi target kedua untuk mendapatkan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).
Saat ini, TPT diberikan kepada pasien HIV, meskipun mereka belum terdiagnosis TBC.
"Pasien HIV diberikan obat selama tiga bulan untuk mencegah TBC, karena daya tahan tubuh mereka lebih rendah," ungkapnya.
Kaitan TBC dengan Kemiskinan dan Lingkungan
Dekan FKKMK UGM, Yodi Mahendradhata, menambahkan bahwa TBC merupakan penyakit yang sangat erat kaitannya dengan kemiskinan dan kondisi pemukiman yang tidak sehat.
"Jika kita melihat sejarah, pada abad ke-19, TBC menjadi penyebab kematian utama di Eropa. Namun, pada awal abad ke-20, angka kasusnya turun drastis. Penurunannya bukan hanya karena obat, tetapi juga karena adanya perbaikan sosial dan ekonomi. Baru setelah itu ditemukan vaksin dan obat-obatan, angka kasus semakin menurun," ujar Yodi.
Meski teknologi medis terus berkembang, ia menegaskan bahwa penanganan TBC akan tetap sulit jika kondisi sosial ekonomi masyarakat tidak membaik.
"Kondisi sosial ekonomi yang baik, didukung dengan teknologi, obat-obatan, dan vaksin, menjadi faktor penting dalam mencapai target Zero TB," pungkasnya.****