HARIANE – Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2025 menghadirkan ruang jeda yang tenang dan reflektif melalui program Silent Reading bersama Perpustra di selasar Grha Taman Budaya Embung Giwangan, Sabtu (2/8/2025) sore.
Program ini menjadi salah satu sesi paling sunyi namun bermakna di tengah riuhnya diskusi dan pertunjukan rangkaian panggung FSY.
Dalam program ini, pengunjung hanya diajak duduk bersama dan membaca dalam keheningan, tanpa adanya panggung maupun pengeras suara.
Staf Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Budi Yanto, menyatakan bahwa program ini menjadi bagian dari upaya menghadirkan pengalaman estetik yang bersifat intim dan menyentuh sisi batin pengunjung.
“Momen senja dimanfaatkan sebagai medium untuk membangun suasana kontemplatif yang selaras dengan semangat sastra sebagai ruang perenungan. Silent Reading menjadi bentuk perayaan terhadap kebudayaan membaca secara personal, namun juga bersama-sama,” kata Budi.
Kegiatan ini mengingatkan bahwa membaca adalah praktik budaya yang tidak selalu membutuhkan sorotan atau selebrasi. Justru dalam keheningan dan konsistensilah kebiasaan membaca tumbuh dan bertahan.
Silent Reading memperluas pemahaman publik bahwa literasi bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga pengalaman emosional yang bisa dirayakan secara komunal dan diam-diam.
“Silent Reading ini seperti ruang napas bagi pembaca. Kami tidak saling bicara, tapi semua hadir dengan semangat yang sama, yaitu mencintai buku,” terang salah satu peserta dari komunitas pelajar literasi.
Melalui program ini, FSY 2025 menegaskan bahwa sastra tidak hanya hidup di panggung dan forum diskusi. Sastra juga hadir dalam kesunyian, dalam lembar-lembar yang dibaca bersama—tanpa tepuk tangan, tanpa sambutan, hanya dengan perasaan tenang dan rasa ingin tahu.****