Sejarah Selat Solo, Steak Ala Jawa Kesukaan Raja-raja Kasunanan Surakarta
Raja-raja Kasunanan Surakarta tidak terbiasa menyantap daging seperti itu. Alhasil, daging yang semestinya dimasak setengah matang diubah menjadi daging sapi cincang yang dicampur sosis, tepung roti dan telur.
Bahan-bahan ini dicampur, lalu dibentuk seperti lontong dan dibungkus daun pisang. Kemudian dikukus hingga matang. Daging yang sudah matang didiamkan hingga dingin. Setelah itu diiris tebal dan digoreng dengan sedikit margarin.
Selat Solo disajikan bersama sayuran berupa wortel dan buncis rebus, tomat serta daun selada.
Untuk memberi rasa kenyang, steak dilengkapi pula dengan kentang goreng. Di atas daun selada biasanya diberi saus mustard.
Terkadang ada pula yang menambahkan acar mentimun. Ciri khas lain selat galantin terletak pada kehadiran telur rebus.
Kombinasi steak dan salad sayuran menjadikan selat solo terlihat berwarna sehingga menggoda siapa pun untuk segera menyantapnya.
Layaknya steak, selat solo ditaburi pula lada hitam bubuk dengan butiran sedikit kasar sehingga ada sedikit sensasi pedas.
Sedangkan untuk saus pelengkap selat solo ini cenderung lebih dominan tercium pula aroma pala.
Keunikan Selat Solo terletak pada penyajiannya. Lain dengan steak ala Eropa yang dihidangkan selagi panas, Selat Solo selalu disajikan dalam keadaan dingin.
Namun, beberapa rumah makan di Solo dapat menyajikannya dalam kondisi hangat apabila tamu memintanya.
BACA JUGA : Resep Selat Daging Solo Enak dan Segar, Hidangan Khas Surakarta Perpaduan Budaya Jawa-Eropa yang LegendarisSetelah mengetahui sejarah selat solo, jangan lupa untuk mencicipi steak ala Jawa ini saat anda berkunjung ke Solo.****