Berita , Nasional , D.I Yogyakarta
SIGAB Indonesia Temukan Pemilu 2024 Masih Abai Akan Hak Difabel
“Hal ini telah dengan nyata menghilangkan hak memilih bagi difabel netra untuk memilih calon legislatif DPR RI pusat hingga ke Kabupaten. Temuan ini salah satunya terjadi di TPS 03 jalan Nusakambangan, Denpasar Barat,” terangnya.
Pihaknya juga menemukan kurangnya pembekalan bagi petugas KPPS terhadap kelompok pemilih rentan. Ranie mencontohkan, di TPS 003 Desa Baumata Timur dan TPS 002 Desa Kuaklalo, Kabupaten Kupang, petugas KPPS enggan memberikan pelayanan kepada difabel yang diketahui keberadaannya untuk memilih.
Selain itu, Pemantau difabel yang bertugas di TPS 002 Desa Kuaklalo pun dilarang KPPS untuk mengambil gambar hasil perhitungan suara dan mengambil gambar dalam lokasi TPS.
Juga terjadi di TPS 003, Kelurahan Naikoten 1, Kupang di mana petugas KPPS enggan mencatatkan pemilih difabel kedalam daftar pemilih yang difabel. Bahkan di catatan hasil perhitungan suara, jumlah pemilih difabel ditulis nol. Selain itu bilik suara yang bertangga dan licin menjadi hambatan bagi pemilih difabel pengguna kursi roda.
Temuan lainnya ialah spesifik pada difabel mental psikososial, pemungutan suara dilakukan di panti rehabilitasi yang terpisah dengan TPS lainnya. Petugas terdiri dari KPPS, saksi dan Linmas. Upaya ini diapresiasi karena telah mengakomodir hak politik bagi difabel mental psikososial, tetapi kerahasiaan pilihan dari para pemilih tidak dapat terjamin. Ini terjadi di rumah singgah Dusaroso, Kebumen Jawa Tengah.
“Dalam sejumlah kecil temuan, kami mengapresiasi inisiatif KPPS yang mendatangi masyarakat pemilih difabel atau pemilih rentan lainnya di tempat tinggal untuk melakukan pencoblosan. Dalam banyak kasus, sayangnya asas kerahasiaan dan kebebasan ini rentan terlanggar, karena saat mencoblos, pemilih disaksikan petugas. Di lebih banyak kasus, petugas KPPS sayangnya banyak menunjukkan sikap yang tidak mengakomodasi kebutuhan pemilih difabel,” jelasnya.
Eksekutif Nasional Formasi Disabilitas, Nur Syarif Ramadhan menegaskan bahwa temuan-temuan itu baru sebagian kecil dari hasil pemantauan.
Hingga saat ini, data dari masing-masing TPS dan wilayah pemantauan tengah dianalisa dan diolah. Masih banyak informasi dan temuan dari pemantau di lapangan terkait pelanggaran-pelanggaran selama proses pemilihan berlangsung.
“Temuan ini masih sebagian kecil. Para pemantau dalam proses penginputan data dan mengirim nya ke Tim aksi kolektif. Kemungkinan masih banyak temuan-temuan lain yang akan muncul,” kata Syarif.
Sementara itu, Direktur SIGAB Indonesia, M. Joni Yulianto menyampaikan penyelenggaraan Pemilu 2024 ini mengalami kemunduran. Pelaksanaan dan pemberian akomodasi bagi pemilih difabel tidak dipersiapkan dengan serius, meski aturan yang ada sudah memandatkan.
Selain itu keseluruhan temuan-temuan dari pemantau aksi kolektif yang bertugas akan ditindaklanjuti, terutama kepada penyelenggara Pemilu untuk perbaikan di masa mendatang.
“Temuan awal dari pemantauan ini mengkonfirmasi betapa keberadaan difabel belum menjadi arus utama dalam penyelenggaraan Pemilu. Temuan survey beberapa minggu lalu yang kami lakukan, ditambah temuan pemantauan ini mengkonfirmasi bahwa pemilih rentan, termasuk difabel, masih menjadi pemilih kelas dua. KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara Pemilu tentu berkewajiban untuk menindak-lanjuti temuan ini sebagai perbaikan, baik untuk penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan berlangsung di tahun ini, maupun Pemili mendatang,” pungkasnya.****