HARIANE - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menjawab isu soal periode musim hujan 2024 yang lebih singkat dan lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya.
Isu tersebut dikaitkan dengan El Nino yang menjadi penyebab musim panas berkepanjangan dan membuat sejumlah wilayah Indonesia bersuhu tinggi jelang akhir 2023.
Berkaitan dengan hal tersebut, BMKG melalui media sosial menjelaskan bahwa musim hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aktivitas Monsun Asia.
Monsun tersebut membawa massa udara lembab yang berasal dari Benua Asia menuju Benua Australia melalui Benua Maritim Indonesia.
Musim hujan yang berlangsung di Indonesia dimulai dari bagian utara Pulau Sumatra mengarah ke selatan secara gradual, kemudian ke wilayah timur.
Karena wilayah Indonesia yang terdiri dari perairan, kepulauan, daratan, dan pegunungan, respon setiap wilayah terhadap Monsun Asia berbeda-beda.
BMKG menjelaskan ada tiga pola hujan Indonesia berdasarkan respon tersebut, yaitu:
1. Pola Hujan Monsunal, memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan musim kemarau dengan tipa curah hujan yang sifatnya unimodial atau satu puncak musim hujan dan satu puncak musim kemarau.
2. Pola Hujan Equatorial, memiliki distribusi hujan bulanan bimodial, yaitu dua puncak musim hujan yang biasanya terjadi pada Maret dan Oktober.
3. Pola Hujan Lokal, memiliki distribusi hujan bulanan berkebalikan dari pola monsun di mana cirinya adalah bentuk pola hujan unimodial atau satu puncak hujan. Waktunya berlawanan dengan tipe hujan monsun.
BMKG juga menyebut meski sama-sama masuk musim hujan 2024, ada wilayah yang karakteristik hujannya tinggi sepanjang tahun, ada juga yang kurang sepanjang tahun.
Melihat karakteristik pola musim hujan di Indonesia, BMKG memprediksi bahwa pada Januari ini sebagian besar wilayah akan mengalami hujan dengan kategori tinggi hingga sangat tinggi.