Cerpen Zaki Zarung. (Ilustrasi: hariane.com)
Namun ia pribadi telah mendeklarasikan diri bahwa Fifah adalah calon istrinya dan calon ibu dari anak-anaknya kelak yang cantiknya nomor satu di dunia dan akherat.
****
Fifah sudah 2 tahun dikenalnya. Anak semata wayang pengusaha warung soto yang kaya. Warungnya mencapai cabang 5. Desas-desus ia beristri sebanyak warung sotonya, namun yang resmi hanya satu. Tapi segala kabar kurang sedap tentang Pak Nang, tertutup oleh keindahan dan pesona Fifah di mata Ahmad. Ia gadis yang santun, rajin ke masjid di mengajar santri TPA, dan tengah kuliah jurusan PAUD semester akhir. Sungguh calon istri idaman Ahmad. Ahmad mengenal Fifah ketika mengajar TPA di masjid. Fifah perempuan mandiri yang peduli pada pendidikan. Tidak manja sama sekali meskipun anak tunggal pengusaha kaya yang lain. Ia berbeda. Dan Ahmad sungguh-sungguh jatuh cinta. “Saya juga kagum dengan mas Ahmad. Meskipun dengan gaji yang tak seberapa, mas Ahmad tetap berjuang mencerdaskan anak bangsa. Buktinya, dengan sepeda tua mas itu kemana-mana ngurusi anak-anak didik tanpa sekalipun terlihat mengeluh. Mas sangat peduli dengan pendidikan. Mas sungguh tulus. Itu sangat penting artinya pagi perempuan; kerja keras, tak kenal keluh, dan tulus,” Seperti kemarau menahun terguyur hujan sehari. Hati Ahmad mak plong mendengar penerimaan Fifah. Dan dimulai senja yang indah itu, mereka menjadi sepasang kekasih.****
Pak Nang duduk tepat di depan Ahmad. Teras rumah joglo itu terasa beku. Fifah di dalam rumah menyiapkan minum. “Jadi kamu guru swasta?” kata Pak Nang datar, sambil matanya tertuju pada layar HP. Ia sudah mengetahui maksud kedatangan Ahmad. Namun ia pura-pura tidak tahu. Tangannya masih sibuk mengusap-usap layar HP tidak penting. “Nggeh, saya guru SD Swasta, Bapak. Maksud saya mau matur, bahwa saya dan Dek Fifah sudah sama-sama suka,” tangan kanan Ahmad mengelus-elus punggung tangan kirinya, reflek.