HARIANE - Blangkon merupakan penutup kepala yang termasuk dalam pakaian khas Jawa. Keberadaan blangkon sendiri memiliki sejarah yang panjang dalam peradaban masyarakat Jawa. Hingga saat ini, blangkon masih terus digunakan sebagai pelengkap busana adat Jawa.
Pengrajin blangkon hingga saat ini masih tetap aktif dan eksis membuat blangkon untuk memenuhi permintaan pasar. Salah satu pengrajin blangkon di Kabupaten Gunungkidul adalah Sosro Warsito, warga Padukuhan Clorot, Kalurahan Semanu, Kapanewon Semanu.
Sejak tahun 1970, Sosro mulai mengeluti usaha pembuatan blangkon. Ide itu bermula ketika pada tahun 1969 kelompok kesenian di wilayahnya hendak membeli blangkon untuk kepentingan pentas atau pertunjukan.
Ia kemudian mencari produksi blangkon di wilayah Piyaman, Wonosari, untuk memesannya. Saat itu terbesit di pikirannya untuk belajar membuat blangkon, dan ternyata keinginannya tersebut disambut baik oleh pemilik produksi.
"Sekitar satu tahun saya belajar membuat blangkon di Wonosari sampai benar-benar bisa," kata Sosro.
Pada saat itu, Sosro Warsito dipercaya oleh pemilik produksi untuk meneruskan usaha tersebut. Hingga saat ini, Sosro terus memproduksi blangkon untuk dijual ke berbagai daerah.
"Dari awalnya mencari untuk kebutuhan kelompok seni, kemudian belajar di sana, diminta untuk meneruskan usaha, dan ya sampai sekarang ini. Dulu hanya dibantu istri saya, tapi untuk sekarang jika pesanan banyak, ada beberapa yang membantu," papar dia.
Seiring dengan zaman yang semakin berkembang dan setelah UU Keistimewaan Yogyakarta disahkan pada 2012, instansi dan sekolah pada hari Kamis Pahing diharuskan menggunakan pakaian adat Jawa, maka pesanan hingga sekarang semakin banyak.
Untuk mendukung produksi blangkon, saat ini ada 4 warga di lingkungannya yang terkadang ia minta untuk membantu produksi blangkon. Dirinya sangat telaten mulai dari membuat pola, memotong kain, hingga menjahitnya.
"Ya, butuh ketelitian dan kesabaran untuk membuat blangkon dengan kualitas yang bagus," jelasnya.
Menurut Sosro, bagian paling sulit dalam membuat blangkon adalah "miru" atau melipat kain. Pada bagian ini, kain harus dilipat menjadi 15 sampai 17 lipatan yang presisi dan rapi.
Lebih lanjut ia mengatakan, pesanan blangkon tidak hanya datang dari Gunungkidul atau wilayah DIY saja, melainkan juga dari kota-kota besar di Jawa, Bali, hingga Lampung. Bahkan beberapa waktu lalu, Sosro menerima pesanan dari Arab Saudi. Adapun satu blangkon dibanderol dengan harga Rp100.000 untuk bahan standar. Harga tersebut menyesuaikan dengan bahan kain yang digunakan.