HARIANE - Peminat jamur sebagai olahan makanan di DIY cenderung sangat tinggi. Hal ini tentu membuat petani jamur kesulitan memenuhi permintaan.
Muqorrobin salah satu petani jamur di Daerah Sedayu Kabupaten Bantul mengaku merasa kewalahan dalam memenuhi permintaan konsumen karena permintaan lebih besar dari kemampuan produksinya.
"Peminatnya tinggi, terus hasil jamurnya kurang," ujar Muqorrobin kepada Hariane di Pasar Seni Gabusan saat acara Bazzar UMKM Jempolan, Minggu, 23 Juli 2023.
Dalam setiap bulannya, Muqorrobin dapat menghasilkan1.500 kg jamur tiram segar, ±200 kg jamur kuping kering, dan ± 30 kg jamur lingzhi kering.
Adapun permintaan konsumen setiap bulan mencapai dua kali lipat dari produksi jamur milik Muqorrobin.
Menurut Muqorrobin, tingginya konsumsi jamur dikarenakan DIY termasuk merupakan tujuan wisata kuliner yang membutuhkan bahan jamur. Selain itu, bahan baku media tanam jamur, yaitu serbuk kayu juga sangat kurang di DIY.
"Pasar jamur di Jogja sangat tinggi terutama pariwisata, restoran dan hotel," ujar Muqorrobin.
Meski mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan konsumen, Muqorrobin merasa tidak ada kendala dalam proses pembudidayaan maupun pemasaran jamur.
Berbeda dengan tanaman lain, jamur sendiri tidak terlalu sulit untuk dibudidayakan. Budidaya jamur bisa dilakukan dimana saja bahkan didalam ruangan sekalipun. Perawatannya pun cukup mudah, jamur hanya perlu disiram setiap hari dan tidak memerlukan pupuk.
Sedangkan untuk harga, jamur di DIY tidak pernah mengalami penurunan bahkan setiap tahunya cenderung terus meningkat. tahun 2023 ini, jamur dibanderol dengan harga Rp 14.000 per kg nya.****