Berita , D.I Yogyakarta
Pemkot Yogya Gelar Seminar Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Ajak Masyarakat Berani Melaporkan Kejadian
Sementara itu, Konselor Hukum Rifka Annisa, Nurul Kurniati, membeberkan bahwa angka kekerasan di tahun 2024 masih menunjukkan peningkatan, meskipun Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sudah tersedia untuk mendampingi korban.
Peningkatan data kekerasan juga didorong oleh kesadaran masyarakat yang semakin berani melaporkan kekerasan yang dialami atau disaksikan.
Di Rifka Annisa sendiri, KDRT masih menjadi kasus tertinggi, disusul kasus kekerasan seksual, termasuk perkosaan dan pelecehan.
Laporan biasanya datang dari korban, pihak kedua seperti keluarga atau teman dekat, atau dari lembaga seperti Satgas PPKS di kampus.
"Tren melaporkan kekerasan ini semakin masif, banyak yang tidak takut lagi mengungkapkan atau mencari bantuan,” terang Nurul.
Meski demikian, ia mengaku stigma sosial dan ancaman yang dirasakan korban sering kali menghambat proses pelaporan.
"Banyak korban yang tidak berani melapor atau memilih menutup diri karena takut stigma dan reaksi masyarakat. Ini menjadi tantangan tersendiri," sambungnya.
Dalam mendampingi korban, Rifka Annisa juga menyoroti pentingnya pemulihan psikologis. Menurutnya, upaya terminasi atau penyelesaian secara psikologis memerlukan waktu karena kondisi psikologi korban sering kali berfluktuasi.
"Kami berupaya agar korban tidak ter-trigger. Pendampingan akan terus dilakukan hingga korban bisa memberdayakan diri secara mandiri," tandasnya.****