Berita , Nasional
Pengembangan EBT di Indonesia Terus Dilakukan, Begini Upaya Pemerintah Melalui Program Bioetanol
Nabila Intan Aprilia
Pengembangan EBT di Indonesia terus digenjot pemerintah melalui program biodesel.(Foto: Unsplash/Maarten van den Heuvel)
HARIANE – Pengembangan EBT di Indonesia semakin digenjot seiring upaya penggantian bahan bakar berbasis fosil.
Optimalisasi dalam pengembangan EBT di Indonesia juga tidak semerta-merta mudah dilakukan, pasalnya perekonomian global diprediksi masih belum stabil akibat perang Rusia-Ukraina.
Kondisi yang tidak stabil mengharuskan pemerintah Indonesia melakukan peninjauan ulang terkait pengembangan EBT di Indonesia.
Adanya latar belakang dunia yang masih menggantungkan bahan bakar fosil, dengan masalah pasokan energi terbatas akibat perang, berdampak pada naiknya harga minyak.BACA JUGA : Ganjar Pranowo Maksimalkan EBT di Pedesaan Jawa Tengah, Beberapa Wilayah ini Sudah Rasakan ManfaatnyaIndonesia sendiri masih belum mampu untuk swasembada terkait produksi minyak. Melansir laman Pemerintah Indonesia, produksi migas masih sering tidak memenuhi target, seperti pada 2022. Target produksi yang ditetapkan APBN 2022 sebesar 660.000 barel per hari, namun nyatanya hanya mencapai 612.712 barel per hari. Sehingga untuk menyelesaikan masalah tersebut, perlu pengembangan EBT di Indonesia sebagai sumber bahan bakar alternatif. Energi baru dan terbarukan (EBT) yang digunakan berupa bahan bakar nabati (BBN), sehingga BBN menjadi hal yang harus dikembangkan potensinya. Berbagai cara dilakukan untuk memperoleh produk pengganti BBM, yakni melalui program biodesel-35 (B-35) serta bioetanol, semula 5 persen (E5) hingga E20. Salah satu opsi konversi BBM adalah menjadikan bioetanol berbasis tebu, program tersebut memiliki target peningkatan bioetanol dari 5 persen pada BBM, menjadi E10, E20, dan seterusnya. Kini, kementerian ESDM mencapai tahapan implementasi bahan bakar nabati atau BBN bioetanol, BBN berupa bauran 5 persen serta 95 persen bensin. BBN 5E tersebut diterapkan di wilayah Surabaya. Sebelumnya, pemerintah juga merencanakan penerapan E5 pada BBM Pertalite, namun hal tersebut ditunda. Terkait program tersebut, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Sadan Kusdiana menyatakan bahwa produksi bioetanol berasal dari tiga pabrik. Dua pabrik berasal dari Jawa Timur, yakni PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Mojokerto dengan 30.000 kilo liter dan PT Molindo Raya Industrial di Kab. Malang dengan 10.000 kl, satu pabrik berada di Yogyakarta yakni PT Madu Baru di Kab. Bantul dengan 3.600 kl. “Dengan kapasitas tersebut rencana akan diimplementasikan E5 di wilayah Surabaya dan sekitarnya dan saat ini masih dibahas dan dipastikan kembali kesiapan implementasinya,” ujar Dadan. Kemudian, saat ini pemerintah belum menetapkan terkait alokasi pengadaan tahunan BBN bioetanol seperti yang dilakukan penyediaan biodiesel sebanyak 13,15 juta kl untuk program B35 pada 2023. Penerapan E5 di Indonesia kemungkinan dapat dilakukan, hal ini karena pernah terdapat rancangan untuk menerapkannya pada BBM Pertalite. Dalam pengembangan EBT di Indonesia, diimplementasikan melalui penggunaan bioetanol E5 yang terus digenjot pemakaiannya. Sehingga program penggunaan bahan bakar nabati, yakni bioetanol dan biodesel terus dilakukan sebagai bentuk pengembangan EBT di Indonesia.
BACA JUGA : KPU Bantul Lantik 51 ASN Sekretariat PPK Pemilu 2024, Siap Bertugas di Tiap KapanewonPengembangan EBT di Indonesia melalui program tersebut dapat jadi solusi untuk meminimalisir penekanan impor BBM, menurunkan polutan emisi kendaraan, serta membuka lapangan kerja di bidang pertanian dan produksi bioetanol. ****
1