Pada masa itu, katanya, banyak orang-orang di lingkungannya mengikuti pembelajaran yang difasilitasi pemerintah dan menjadi petani pisang.
Namun dari tahun ke tahun banyak yang menyerah dan saat ini hanya Lasiyo dan segelintir orang yang masih bertahan menjadi petani pisang.
“Paling tinggal berapa orang saja. Kalau saya ya bertani saja, sudah tua juga,” ujarnya.
Tak berhenti belajar, ia terus mengembangkan pengetahuannya dan mencoba berbagai metode dan bahan untuk pemupukan budidaya tanaman pisang.
Tentu dalam hal ini ia tidak langsung berhasil dan mengalami kegagalan berkali-kali hingga akhirnya menemukan metode yang tepat.
"Sebelumnya sudah menanam tapi fokusnya baru 2006 akhir setelah gempa. Saya coba buat pupuk dari berbagai bahan, banyak yang gagal, akhirnya ketemu ramuan pestisida ini,” ucapnya.
Walau orang sepuh biasa yang tinggal di pinggiran Daerah Istimewa Yogyakarta, tak pernah mengenakan setelan jas berdasi dan sepatu vantouvel, Lasiyo adalah seorang yang cerdas.
Keterampilan yang dimiliki olehnya terdengar hingga negeri sepatu boots atau Italia.
"Saya pernah jadi pembicara di Italia, Malaysia, kalau disini (Indonesia) sudah sering seperti kampus-kampus. Banyak yang datang kesini juga untuk belajar atau penelitian,” pungkasnya.
Saat ini, setidaknya Lasiyo telah memiliki puluhan jenis pisang di perkebunannya, mulai dari jenis-jenis pisang raja hingga pisang kongo.****