Berita , D.I Yogyakarta
Hari Jadi DIY ke-270, Sri Sultan: Tonggak Refleksi Keberlanjutan Nilai-nilai Keistimewaan

HARIANE – Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut bahwa Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ke-270 menjadi momentum sakral yang tidak sekadar menandai perjalanan panjang sejarah, tetapi juga menjadi tonggak refleksi atas keberlanjutan nilai-nilai keistimewaan yang diwariskan dengan penuh kebijaksanaan.
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 2 Tahun 2024, Hari Jadi DIY bukan sekadar seremoni, melainkan manifestasi nyata dari tekad kolektif untuk mengukuhkan nilai-nilai historis, budaya, dan konstitusional yang menjadi pilar keistimewaan Yogyakarta.
“Momentum ini menjadi panggilan batin untuk merawat dan mengembangkan Yogyakarta dalam harmoni antara tradisi, demokrasi, dan inovasi agar keistimewaan ini senantiasa relevan menghadapi tantangan zaman,” kata Sri Sultan.
Peringatan hari jadi ini, lanjut Sri Sultan, merupakan ajakan untuk mangayubagya, bukan hanya euforia selebrasi, tetapi juga partisipasi aktif dalam membangun tata pemerintahan yang semakin baik dan berpijak pada nilai-nilai kearifan lokal.
“Hal ini juga selaras dengan prinsip tata kelola yang demokratis, akuntabel, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Artinya, dibutuhkan partisipasi masyarakat sebagai subjek dalam membangun Yogyakarta di masa depan,” sambungnya.
Sri Sultan juga mengungkapkan bahwa beberapa fakta historis dan kultural menjadi landasan penetapan 13 Maret 1755 sebagai hari lahir DIY.
Pada hari tersebut, di Hutan Beringan, Pangeran Mangkubumi—raja pertama Ngayogyakarta Hadiningrat yang bergelar Sri Sultan HB I—mendeklarasikan Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat.
“Tanggal 13 Maret 1755 menjadi momentum pertama kali digunakan nama ‘Ayodhya’. Dari kata inilah kemudian lahir nama ‘Ngayogyakarta Hadiningrat’, yang berarti tempat yang baik dan sejahtera serta menjadi suri teladan keindahan alam semesta,” jelasnya.
Tanggal 13 Maret 1755 juga menandai puncak semangat kemerdekaan yang digelorakan Pangeran Mangkubumi untuk melepaskan diri dari hegemoni kolonialisme Belanda.
Waktu ini juga menyimbolkan persatuan wilayah Yogyakarta, karena pada masa pemerintahan Sultan HB I, wilayah Yogyakarta belum terpecah akibat intervensi kolonialisme.
“Peristiwa Hadeging Nagari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini secara de jure telah memenuhi unsur yang disyaratkan sebagai sebuah negara berbentuk kasultanan, yaitu adanya pemimpin, rakyat, wilayah, dan pemerintahan,” tutur Sri Sultan.
Pada Dirgahayu ke-270 ini, DIY mencanangkan cita-cita yang terbingkai dalam tema Tumata, Tuwuh, Ngrembaka.