HARIANE – Indonesia Private Industries (IPI) dan Covalent Consulting bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menggelar pelatihan intensif bertema kesehatan mental.
Direktur Indonesia Private Industries, Muhammad Fitriansyah Temi, mengatakan bahwa pada Februari lalu lembaga ini telah menggelar forum Round Table Discussion (RTD) di Gunungkidul.
Dari forum tersebut ditemukan sejumlah temuan, salah satunya adalah tingginya angka kasus bunuh diri dan jumlah ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) secara nasional.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, di Gunungkidul tercatat ada 1.650 jiwa yang mengalami gangguan jiwa. Faktor penyebabnya beragam, demikian pula dengan penanganannya.
Sebagai upaya nyata dan berkelanjutan, IPI kembali hadir untuk menyelenggarakan pelatihan terkait isu kesehatan mental, dengan harapan ke depannya akan ada regulasi dan keberpihakan pemerintah terhadap kelompok rentan.
"Fokusnya adalah meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya memasukkan isu kesehatan mental ke dalam agenda kebijakan publik. Selain itu, untuk mendorong terciptanya regulasi yang berpihak pada kelompok rentan," kata Muhammad Fitriansyah Temi di sela-sela acara yang diselenggarakan pada 11 hingga 17 Juni 2025 mendatang.
Beberapa pelatihan yang diberikan antara lain pelatihan advokasi yang ditujukan kepada para pejabat pemerintahan dan pengambil kebijakan di Kabupaten Gunungkidul.
Materi teknis yang disampaikan mencakup pengenalan dasar kesehatan mental (Mental Health 101), teknik Psychological First Aid (PFA), keterampilan konseling dasar, hingga pendekatan komunikasi berbasis model CREP.
Adapun fasilitator nasional dan internasional turut dihadirkan dalam acara ini untuk memberikan materi serta gambaran kebijakan yang dapat diadopsi dan diterapkan di Gunungkidul.
Para fasilitator tersebut di antaranya Raheli Kremnizer dari Covalent Consulting, serta praktisi dalam negeri seperti Edward Andriyanto Sutardhio, Rahajeng Ika, Wulan Ayu Ramadhani, dan Angga Muhammad Ridwan.
Sementara itu, salah satu fasilitator, Raheli Kremnizer, mengatakan bahwa program ini juga merupakan bagian dari gerakan untuk mendorong keadilan sosial dan memperluas akses terhadap layanan kesehatan mental yang inklusif.
"Kesehatan mental bukan hanya persoalan medis, tetapi juga menyangkut hak hidup yang layak dan martabat setiap individu," ujar Raheli.