Berita , D.I Yogyakarta
Bulaksumur Roundtable Forum: Solusi Indonesia Hadapi Perubahan Iklim dan Middle Income Trap
HARIANE – Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (DPP UGM) menginisiasi Bulaksumur Roundtable Forum akan menggelar dialog nasional dengan membahas isu mendesak terkait pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Dialog nasional ini akan digelar pada Jumat, 9 Agustus 2024, pukul 13.00-17.00 WIB di Balai Senat UGM yang akan fokus pada reorientasi desentralisasi dan otonomi daerah , serta pembangunan ekonomi dalam konteks tantangannya terhadap pembangunan berkelanjutan.
Dialog digelar untuk menjembatani komunikasi multi-pihak dan lintas sektoral juga bagian dari inisiatif CoPPS (Collaborative Hub for Politics and Policy on Sustainability).
Program Lead untuk CoPPS, Ian Agisti mengatakan akan ada 8 narasumber dengan fokus diskusi mengenai otonomi daerah dan pembangunan ekonomi juga tantangan keberlanjutannya.
"Dari 8 pembicaraan ini semuanya akan berbicara mengenai fokus utamanya di sini ada dua, ada otonomi daerah dan bagaimana pembangunan ekonomi dalam konteks dan tantangannya untuk pembangunan berkelanjutan," ujarnya saat konferensi pers di BRI Work FISIPOL UGM pada Rabu, 7 Agustus 2024.
“CoPPS bertujuan untuk menyatukan berbagai pemangku kepentingan guna mendorong dan mengintegrasikan inisiatif keberlanjutan ke dalam lanskap politik dan kebijakan di Indonesia.” lanjut Ian.
CoPPS juga akan fokus pada sektor ekonomi hijau dan biru. CoPPS percaya bahwa kedua pendekatan ini sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia, dengan fokus pada empat area utama: energi, teknologi, pangan, dan pariwisata. Masing-masing area akan disesuaikan dengan karakteristik dan potensi unik dari setiap wilayah di Indonesia.
Dosen Politik dan Pemerintahan UGM, Hasrul Hanif mengatakan di satu sisi, melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia, pemerintah menjanjikan target penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri atau 43,20% bila ada dukungan internasional pada tahun 2030.
Sementara di sisi lain kata Hasrul, kebijakan ekonomi Indonesia berupaya untuk keluar dari jebakan middle income trap masih bertumpu pada ekstraksi mineral dan batubara.
Menurutnya pemerintah optimistis menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen di tahun 2024, melalui tiga mesin, yaitu: produktivitas tinggi, memperbesar investasi, dan meningkatkan ekspor. Pada tahun 2023, kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor Migas sebesar 117 triliun rupiah dan sektor Minerba sebesar 173 triliun rupiah.
"Dalam banyak kasus, upaya untuk mendorong industrialisasi dan hilirisasi tidak jarang justru menghasilkan masalah lingkungan akibat alih fungsi lahan, konsumsi energi yang tinggi yang sebagian besar masih ditopang oleh batubara, serta peningkatan emisi dan polusi," ujar Hasrul
Untuk itu, dalam rangka menghadapi dilema-dilema tersebut, Hanif menyebutkan perlunya reorientasi dan transformasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah 25 tahun diterapkan. Hal ini penting mengingat tantangan dan solusi yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim bersifat saling terkait dan dampaknya melintasi batas-batas yurisdiksi administrasi serta kategori global-lokal.