Cerpen Mustofa W Hasyim
“Ini kan anak kecil Mbah.”
“Anak kecil gemblung!”
“Cucu saya tidak gemblung MBah.”
“Gemblung ya gemblung, akui saja.”
Lelaki itu menurunkan cucunya. Lelaki yang kalau siang kadang malam bekerja sebagai keamanan di tempat wisata itu tidak terima cucunya disebut gemblung.
Dia siap memukul mulut nenek itu. Tangan dia mengepal. Melihat itu, nenek tua tidak takut. Dia menyingsingkan lengan baju, memasang tangan di depan dada dan kakinya merenggang. Membentuk kuda-kuda.
“Mau memukul saya ya? Awas. Saya lawan.”
Lelaki, kakek dari cucu itu, ragu sebentar. Sebagai orang yang pernah belajar ilmu beladiri dia faham betul sikap kuda-kuda semacam itu. Apalagi sikap pasang sepasang tangan itu.
Lelaki itu tengah berfikir keras ketika cucunya diam. Heran. Mengamati dua orang yang berhadap-hadapan dan saling memandang dengan mata menyala.
“Kau takut padaku?” tanya nenek itu.
“Tidak.”
“Kalau tidak takut kenapa malah bengong?”