Cerpen Zaki Zarung. (Ilustrasi: hariane.com)
Bapaknya sudah meninggal 2 tahun yang lalu dalam usia 70 tahun karena penyakit dalam.
Ia anak terakhir dari 2 bersaudara. Kakaknya sudah menikah dan tinggal di rumahnya sendiri di luar kota.
Ahmad memutus stigma bahwa anak terakhir itu manja. Tidak. Ahmad seorang yang mandiri. Dan ia sungguh cinta pada ilmu pengetahuan.
Namun kini ia sedang cinta Fifah. Dan salah satu usaha untuk meyakinkan bapaknya adalah membeli mobil, walaupun bekas. Ia ke bank. Naik sepedanya kencang. Dan kini uang 50 juta sudah di tangannya.
Sekarang masih jam 11.30 siang, Nanti sore pukul 16.00 ia akan membayar mobil itu.
Ia berjanji setelah punya mobil, dia akan kembali fokus mengajar anak-anak. Jiwanya memanggilnya kembali. Ia mencintai dunia pendidikan. Cita-citanya adalah menjadi guru.
Sampai di depan rumah, Ahmad menatap jam tangannya lagi, masih pukul 13.21. ia nampak tak sabar. Masih lama.
Dan tiba-tiba bumi bergoyang. Sangat kencang. Rumahnya ambruk. Debu menutupi wajahnya. Ia sungguh Shock. Gempa magnitudo 5,6 terjadi dalam kedalaman 10 km. Seketika ia teringat ibunya.
“IBUUUUUUUU............,”
***
Fifah menatap mata Ahmad. Sangat dalam. Satu bulan telah berlalu. Namun duka itu masih terlihat di mata Ahmad. Meskipun senyumnya mencoba menipu rasa. Ibu adalah cinta pertamanya. Tempat bermanja, sekaligus guru tertulusnya. Pelajaran paling berharga adalah ketulusan memberi tanpa keharusan menerima. Dan itu berhasil ia praktekkan dalam mendidik muridnya di sekolah.