Berita , D.I Yogyakarta
Kabupaten Bantul Hadapi 11 Potensi Bencana, Gempa Bumi dan Tsunami jadi Ancaman Berat
HARIANE – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul merilis potensi bencana yang dapat terjadi di wilayahnya. Berdasarkan data terbaru dari kajian yang telah dilakukan, terdapat 11 potensi bencana di wilayah Bantul yang harus diwaspadai masyarakat.
Kepala BPBD Bantul, Agus Yuli Herwanta, mengatakan 11 potensi bencana tersebut meliputi banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran, wabah penyakit, gelombang tinggi, gempa bumi, tsunami, serta dua potensi baru yang teridentifikasi, yaitu likuifaksi dan kegagalan teknologi.
“Kalau yang setiap tahun pasti terjadi itu ada banjir, longsor, kemudian kekeringan, kebakaran—itu pasti terjadi. Tetapi yang paling berat yang dihadapi Kabupaten Bantul, atau potensi yang paling berat, adalah gempa bumi dan tsunami,” ujarnya, Jumat (2/5/2025).
Agus menjelaskan, Kabupaten Bantul memiliki dua sumber utama potensi gempa. Pertama, Sesar Opak yang memiliki titik lokasi di daratan dan dapat memicu gempa lokal.
Kemudian, zona subduksi antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang menyimpan potensi gempa megathrust yang dapat memicu tsunami.
Menyadari potensi besar tersebut, Agus mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Bantul telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mitigasi dan kesiapsiagaan.
Salah satu upaya yang cukup masif adalah pembentukan kalurahan siaga tsunami di wilayah pesisir, meliputi Kalurahan Parangtritis, Kalurahan Tirtohargo, Kalurahan Gadingsari, serta Kalurahan Poncosari.
“Itu sudah dibentuk dan sudah diakui oleh UNESCO,” tuturnya.
Selain meningkatkan kewaspadaan, BPBD Bantul terus memperkuat infrastruktur peringatan dini. Sedikitnya, ada 29 unit early warning system (EWS) yang telah terpasang di sepanjang garis pantai Bantul.
“Alat ini digunakan untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat jika terdeteksi potensi tsunami,” katanya.
Di samping itu, BPBD Bantul juga gencar melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, terutama melalui program kesiapsiagaan bencana sejak dini.
“Kita itu memang harus membangun kesiapsiagaan sejak anak-anak remaja, sejak sekolah dari TK, SD, SMP. Itu harus kita berikan edukasi, pelatihan, dan juga simulasi berbagai kejadian di wilayah Bantul. Sehingga, mulai dari anak-anak, kita harapkan mereka bisa memahami potensi bencana yang ada di wilayahnya. Kalau anak, ya, ada di sekolahnya, di tempat tinggalnya. Kalau masyarakat, dia ada di tempat tinggal dan juga tempat kerja,” tuturnya.****