Pro Kontra Masa Jabatan Kades 9 Tahun, Siapa yang Diuntungkan?
HARIANE - Pro kontra masa jabatan kades 9 tahun merebak di media sosial pasca demo yang dilakukan kepala desa seluruh Indonesia.
Pro kontra masa jabatan kades 9 tahun menyeruak setelah aksi demo yang dilakukan di depan Gedung DPR RI pada Selasa, 17 Januari 2023.
Polemik pro kontra masa jabatan kades 9 tahun berakar dari tuntutan perubahan Undang-Undang NO 6 Tahun 2014 Tentang Desa, di mana para kepala desa ini meminta masa jabatannya diperpanjang dari yang awalnya selama 6 tahun.
Terang saja, tuntutan tersebut membuat pro kontra masa jabatan kades 9 tahun menyeruak di media sosial. Terlebih, dalam segi manfaat yang akan diterima oleh rakyat biasa.
BACA JUGA : Korupsi Dana Desa Karangharja Kebayoran Tahun 2018 Berhasil Diungkap Polres Metro Bekasi, Tersangka Terancam Hukuman Maksimal 10 Tahun
Pro Kontra Masa Jabatan Kades 9 Tahun, Apakah Untuk Kepentingan Pribadi?
Demo yang menuntut perpanjangan masa jabatan kades 9 tahun berakar dari ketegangan yang terjadi saat pemilihan kepala desa (pilkades). Dimana sering terjadi konflik antar pendukung calon kades. Solusi penambahan masa jabatan menjadi sembilan tahun, dinilai menjadi langkah yang tepat untuk mengurangi permasalahan tersebut. Namun, solusi penambahan masa jabatan juga dinilai sebagai langkah yang lebih menguntungkan satu pihak saja. Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar berpendapat bahwa bahwa masa jabatan kades sembilan tahun juga akan memberikan manfaat untuk masyarakat desa. "Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. Karena yang nggak produktif nggak cuma kepala desanya tapi juga warganya," ujar Abdul Halim dikutip dari laman resmi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT). Lebih lanjut, Halim menjelaskan bahwa penambahan masa jabatan kades tersebut diusulkan karena kurang efektifnya kerja kepala desa terpilih untuk membangun daerahnya. Hal tersebut disebabkan karena masih sibuk menyelesaikan konflik yang timbul pasca pilkades. "Wacana 9 tahun itu saya lontarkan sejak bulan Mei 2022, saya sampaikan beberapa permasalahan penyelesaian konflik pasca Pilkades," ungkap Halim, seperti yang dikutip dari laman Kemendesa. Halim menambahkan, bahwa wacana yang diusungnya tersebut telah melalui kajian akademik. Menurutnya dibutuhkan waktu satu tahun untuk menyelesaikan konflik pasca pemilihan dan waktu yang sama untuk menyiapkan pilkades berikutnya berdasarkan hasil kajian akademik yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil tersebut, kades hanya mempunyai waktu efektif dua hingga tiga tahun saja untuk membangun desa. Kendati demikian, perpanjangan masa jabatan kades 9 tahun tahun dinilai akan lebih rentan dengan penyalahgunaan dana desa. Seperti yang diketahui, UU No 6 Tahun 2014 juga mengatur tentang pengalokasian dana desa dari APBN untuk peningkatan pelayanan publik, pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Indonesia Corruption Watch (ICW), menjelaskan bahwa kasus korupsi di tingkat desa semakin menjamur dari 2015 hingga 2017. Berdasarkan temuan ICW tersebut, kasus korupsi di desa tiap tahunnya mengalami peningkatan. Tahun 2015 ada 17 kasus, 41 kasus di 2016 dan 96 kasus di 2017. Total, ada sekitar 154 kasus korupsi dalam kurun waktu 3 tahun yang merugikan negara hingga Rp 47,56 miliar. Lebih lanjut, ICW menjelaskan bahwa kasus korupsi di tingkat desa tersebut dilakukan oleh beberapa pihak. Kepala desa jadi oknum yang paling banyak terlibat dengan jumlah 112 kasus. Modus yang digunakan untuk menyelewengkan dana desa tersebut juga beragam. Mulai dari penyalahgunaan anggaran, penggelapan anggaran, penggelembungan harga, hingga pembuatan laporan fiktif.BACA JUGA : 5 Fakta Bupati Bangkalan Ditahan KPK Terkait Suap Jual Beli Jabatan Hingga Rp 5,3 MiliarMeski ada pro kontra masa jabatan kades 9 tahun, Halim menjelaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir. Pasalnya Kementerian Dalam negeri (Kemendagri) mempunyai wewenang untuk memberhentikan kepala desa yang kinerjanya buruk. Alhasil, warga desa tidak perlu menunggu sembilan tahun untuk mengganti kepala desa dengan kinerja yang buruk. "Ada mekanisme bahwa Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden itu berhak memberhentikan Bupati atau Wali Kota ketika kinerjanya sangat buruk. Nah, kalau Bupati dan Wali Kota saja bisa diberhentikan ditengah jalan apalagi Kepala Desa," jelas anggota Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut. Demikian informasi seputar pro kontra masa jabatan kades 9 tahun. Penambahan masa jabatan tersebut dianggap rentan terjadi penyalahgunaan dana desa yang lebih masif.****
1