HARIANE – Fatwa salam lintas agama yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendapatkan berbagai respon dari sejumlah tokoh.
Berdasarkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Bangka Belitung disebutkan bahwa pengucapan salam berbagai agama dengan alasan toleransi bukanlah hal yang bisa dibenarkan.
“Tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi, yang tidak diperkenankan Islam adalah motif mencampuradukkan wilayah aqidah dan ritual keagamaan sehingga mengaburkan garis demarkasi antara wilayah aqidah dan muamalah,” ujar Wasekjen MUI KH Arif Fahrudin.
Ia kemudian melanjutkan kalau pejabat pemerintahan dapat menyampaikan salam dari berbagai agama karena udzur syar’i dengan syarat tidak diniatkan sebagai bentuk ibadah.
Kemenag : Salam Lintas Agama Bukan Upaya Mencampuradukkan Ajaran Agama
Menanggapi fatwa MUI tersebut, Dirjen Bimas Kemenag Kamaruddin Amin menyatakan kalau salam lintas agama bisa memperkuat kerukunan dan toleransi antar umat serta menjadi sarana menebar damai.
“Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa aqidah urusan masing-masing, dan secara sosiologis hal tersebut bisa perkuat kerukunan dan toleransi,” ujar Kamaruddin Amin.
Menurutnya, kekhawatiran MUI soal mengucapkan salam dari berbagai agama bisa mencampuradukkan aqidah dan ibadah kemungkinan relevan bagi sebagian umat.
Meski begitu ia berpesan jangan sampai meragukan keimanan orang yang mengucapkan salam dari berbagai agama.
“Dalam beragama diperlukan sikap luwes dan bijaksana sehingga antar agama dan bernegara bisa saling sinergi,” imbuhnya.
Hukum mengucapkan salam lintas agama rupanya pernah dibahas dalam Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur pada 2019 dan hasilnya diperbolehkan dengan alasan demi menjaga persatuan dan kesatuan. ****