Biasanya orang seperti ini berinvestasi di saham, reksadana, ataupun obligasi serta memiliki asuransi kesehatan dan dana darurat yang disimpan.
Logam mulia yang ia miliki bukan sebagai aset investasi melainkan sebagai aset diversifikasi. Ini artinya emas hanyalah sebagai pelengkap portofolio harta kekayaan yang ada.
Biasanya jumlah logam mulia yang dimiliki juga sekitar 10% dari total aset yang ada. Misalnya total aset yang dimiliki sebesar Rp 100 juta, maka ia hanya memiliki emas yang nilainya Rp 10 juta.
Orang-orang yang melakukan investasi logam mulia dengan cara kedua ini biasanya menjadikan logam mulia sebagai ‘cadangan dana’ jika pasar saham anjlok.
Cara Ketiga
Jika cara berinvestasi yang kedua menjadikan emas sebagai pelengkap portofolio saja, maka cara ketiga ini justru menjadikan emas sebagai ‘pion’ utama dalam berinvestasi.
Hanya saja, sebelum melakukan cara ketiga ini investor sebaiknya sudah memiliki dana darurat dan asuransi kesehatan.
Meskipun disini logam mulia maju sebagai instrumen investasi, namun sebaiknya nilai emas maksimal 40% dari seluruh aset yang ada.
Contoh seseorang memiliki aset sebesar Rp 100 juta, maka Rp 40 juta bisa berupa emas batangan dan sisanya berupa saham, obligasi ataupun reksa dana.
Tapi perlu diketahui, cara ketiga ini sangat berisiko sehingga investor harus mengerti cara kerja pasar uang dan paham arah ekonomi dunia dalam jangka waktu tertentu.
Demikian tiga cara berinvestasi emas yang sebaiknya diketahui oleh pemula sebelum terjun ke dunia investasi. ****