Berita , D.I Yogyakarta
Aktivitas Penambangan TKD di Sampang Gedangsari, Kejari : Potensi Kerugian Negara Capai Rp 600 Juta
HARIANE - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gunungkidul memperkirakan, potensi kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus penambangan tanah kas desa (TKD) di Kalurahan Sampang, Gedangsari beberapa waktu lalu mencapai sekitar Rp 600 juta. Meski demikian, Kejari Gunungkidul masih menunggu surat resmi dari Inspektorat Daerah (Isda) Gunungkidul ihwal perhitungan tersebut.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Gunungkidul, Sendhy Pradana Putra mengatakan awal penghitungan potensi kerugian negara tersebut dilakukan dengan mengukur lokasi TKD yang ditambang. Pengukuran loksi tersebut dilakukan bersama CV. Bumi Indonesia sebagai ahli ukur.
Setelah dilakukan pengukuran, hasilnya kemudian dilimpahkan ke Isda Gunungkidul.
“Dalam beberapa kali ekpos dan pemeriksaan beberapa saksi itu muncul angka estimasi potensi kerugian sekitar Rp600 juta. Memang masih estimasi, karena surat resmi dari Isda belum kami terima,” kata Sendhy saat ditemui di Kantor Kejari Gunungkidul, Selasa (3/9/2024).
Perkiraan pontesi kerugian dihitung dari volume atau kubikasi TKD, yang diketahui sebesar 24.000 meter kubik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5% diantaranya digunakan sebagai tanah uruk untuk fasilitas umum, salah satunya lapangan di Kalurahan Sampang. Sementara sisanya dijual untuk uruk pembangunan proyek Tol Jogja - Solo.
Lebih lanjut, Sendhy menambahkan, dari keterangan yang didapat tidak ada keterangan atau perjanjian tujuan penambangan untuk uruk Tol Jogja – Solo.
“Kenapa bisa sampai ke Sampang ya SIPB (surat izin pertambangan batuan), dari Pemerintah Pusat memang di Sampang lokasinya, tapi bukan di TKD,” tambahnya.
Setelah kasus tersebut didalami, diketahui bahwa perangkat Pemerintah Kalurahan Sampang menunjukkan lokasi yang menurut mereka tidak termasuk TKD. Lokasi yang ditunjukkan tersebut digunakan untuk akses lalu lintas truk pengangkut. Padahal, menurut data yang diperoleh, lokasi itu merupakan TKD.
Sebelumnya, Sendhy telah melakukan pencocokan dengan peta desa pada tahun 1951 di mana persil 282 benar TKD, dan tidak mungkin mengalami pergeseran. Karena apabila terjadi pergeseran, lanjut Sendhy, pasti ada riwayatnya.
Adapun harga per kubik tanah tersebut dijual dengan harga mencapai Rp46.500. Dalam satu pekan, perusahaan dapat membayar hingga Rp30 juta, hal itu tergantung pada besar kecil ritasenya.
“Penambangan TKD itu (dilakukan) tanggal 7 sampai 30 September 2022. Kurang dari sebulan. Setelah perusahaan menambang di TKD itu, mereka menambang di tanah warga sesuai koordinat di SIPB,” jelasnya.
Sendhy mengatakan, pada kasus penyalahgunaan TKD ini, kemungkinan tersangka berasal dari pihak perusahaan penambang serta sejumlah perangkat kalurahan. Namun, ada juga tiga warga yang terlibat dalam penambangan TKD tersebut. Satu warga diantaranya diketahui masih aktif berprofesi sebagai TNI yang berperan sebagai rekening penampung.