Karya: Zaki ZarungAhmad mengayuh sepeda tua dengan semangat. Matanya berbinar. Sepanjang jalan tanpa disadari, dia tersenyum-senyum.Jalanan aspal yang sudah bergelombang dan berlobang di sana sini tak memengaruhi laju sepedanya yang terseok dan ngronjal-ngronjal. Seolah jalanan itu mulus-mulus saja. Bahkan ban bocor pun baru ia sadari setelah sampai di parkiran Bank.“Mas, ban sepedanya bocor ya?” sapa tukang parkir.“MASYAALLAH,” seru Ahmad sambil menepok jidat.Kok bisa ya, bocor di mana tadi? Pikirnya.“Kena paku ternyata,” lanjut Ahmad menjawab tukang parkir setelah menemukan potongan paku mampir di dinding ban sepedanya.Ia tidak segera menuju bengkel tambal ban di seberang jalan, tapi lebih dulu masuk bank. Ini saat yang dinanti-nanti olehnya setelah 2 tahun menunggu.“Lima puluh juta ya, Mas,” sapa teller bank yang cantik itu setelah melihat slip pengambilan.“Nggeh, mbak,” jawab Ahmad dengan mata masih berbinar, setengah menerawang jauh.Teller itu memang cantik, tapi baginya, masih lebih cantik Fifah, calon istrinya. Sebenarnya masih berstatus kekasihnya. Sebab mereka belum juga tunangan atau mendapat restu orang tuanya.