Artikel
Debt Collector Dilarang Gunakan Kekerasan Saat Tagih Hutang, OJK: Ada 3 Larangan dan Sanksi Hukum Pidana
Dalam menjalankan proses penagihan, debt collector dilarang gunakan kekerasan atau tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial yang bisa terjadi di masyarakat.
Peringatan debt collector dilarang gunakan kekerasan saat menagih hutang tersebut mengacu pada Peraturan OJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Debt Collector Dilarang Gunakan Kekerasan
BACA JUGA : Meresahkan Warga, 7 Debt Collector Gadungan di Jakarta Barat Berhasil Ditangkap
Debt collector dilarang gunakan kekerasan saat tagih utang, dan apabila melanggar akan terkena saksi tegas.
“Bagi debt collector dapat dikenakan sanksi hukum pidana,” tulis OJK dalam keterangan resminya.
Dalam Pasal 7 PJOK Nomor 6/PJOK.07/2022 disebutkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PJUK) wajib mencegah direksi, dewan komisaris, pegawai, dan/pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PJUK dari perilaku memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, dan/atau menyalahgunakan karena jabatan atau kedudukannya yang berakibat merugikan konsumen.
Contohnya antara lain mencantumkan pembatasan kewenangan atau larangan untuk memberikan atau memperdagangkan data/atau informasi pribadi konsumen tanpa persetujuan dari konsumen kepada pihak lain dalam prosedur tertulis perlindungan konsumen.
Mengutip akun Instagram resmi OJK, larangan yang ditetapkan antara lain, dilarang menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.
BACA JUGA : 8 Debt Collector Gadungan di Jakarta Berhasil Diamankan Polisi
Bagi debt collector yang melakukan 3 larangan di atas akan dikenakan sanksi hukum pidana. Sementara untuk PUJK yang menjalin kerja sama dengan debt collector tersebut dapat dikenakan sanksi oleh OJK berupa sanksi administratif.