Sampai hari ini belum ada jumlah pasti populasi penyu di seluruh dunia. Para ilmuwan hanya dapat mengestimasi jumlahnya melalui sarang yang ditemukan.
Kendati demikian, hal tersebut dianggap terlalu menyederhanakan faktor perhitungan populasi penyu, menurut rilis IUCN.
Salah satu pengelola konservasi penyu di Pantai Goa Cemara, Fajar (43), menyampaikan bahwa kesempatan hidup tukik hanya 1 banding 1000.
"Kemungkinan hanya ada 1 ekor dari 1000 tukik yang dapat bertahan hidup setelah dilepaskan ke laut," terangnya.
Ancaman hidup tukik datang dari berbagai faktor, mulai dari perburuan, seleksi alamiah, hingga sampah yang ada di lingkungan kembang biaknya.
Pasca sosialisasi tentang pentingnya konservasi penyu di sekitar Pantai Goa Cemara pada medio 2000-an akhir, kini pemburu penyu mulai sadar dan menginsafi mata pencahariannya.
"Bukan karena perburuan, sekarang ini ancaman hidup terbesar tukik datang dari sampah, terutama sampah plastik," ucap Fajar.
Pemuda yang juga tergabung dalam Kelompok Masyarakat Penggiat Konservasi (Kompak) itu menuturkan bahwa sehelai sampah plastik dapat menjadi petaka bagi puluhan tukik di sarangnya.
"Tukik itu kan, harus segera mendapat oksigen setelah menetas dengan cara keluar dari sarangnya. Tapi ketika jalan keluar tukik terhalang sampah plastik, dia meninggal dan jadi amoniak, jadi racun untuk semua tukik di sarang tersebut," jelasnya.
Tak butuh waktu lama sejak tukik menetas di malam hari dan jalannya tertutup sampah plastik, untuk menjadi bangkai.
Siang hari, saat panas matahari sampai ke bumi akan memperparah kondisi dalam sarang dan membunuh puluhan tukik.
Padahal, kata Fajar, seekor penyu hanya bertelur sekali dalam kurun 2 sampai 8 tahun.