Bid’ah hasanah adalah perkara yang tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabat namun hal tersebut memiliki nilai kenaikan dan tidak bertentangan dengan Al Quran maupun Hadits.
Dalam kitab Al Hawi Lil al-Fatawa karya Imam Suyuthi, dijelaskan lebih rinci mengapa merayakan Maulid Nabi Muhammad disebut dengan bid’ah hasanah. Berikut bunyinya :
Artinya, “Menurut saya asal perayaan maulid Nabi, yaitu manusia berkumpul, membaca al Quran dan kisah teladan Nabi sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi Muhammad, menampakkan sukacita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad yang mulia,”.
Dari penjelasan kitab tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, peringatan Maulid Nabi Muhammad adalah sesuatu yang baik asakan dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar syari’at Islam.
Sama halnya dengan MUI, organisasi Islam Nahdlatul Ulama juga membolehkan perayaan Maulid Nabi karena tidak mengandung unsur kemungkaran.
Bahkan dalam situs NU Online dijelaskan bahwa perayaan maulid nabi Muhammad pertama kali dilakukan oleh Raja Al-Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin.
Lalu bagaimana dengan Muhammadiyah? Hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad menurut organisasi Islam Muhammadiyah adalah boleh.
Menurut Muhammadiyah, Tim Fatwa Tarjih belum pernah menemukan dalil tentang perintah ataupun larangan penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi.
Disamping itu mereka juga memberi peringatan tegas agar masyarakat Muslim tidak berlebihan saat merayakan Maulid Nabi dan memegang erat unsur kemaslahatan.
Demikian penjelasan singkat mengenai hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad menurut Gus Baha, MUI, NU dan Muhammadiyah. ****