Berita , D.I Yogyakarta
Hutan Mangrove Baros Bantul: 20 Tahun Berpacu Menumbuhkan Asa di Tengah Ganasnya Abrasi dan Sampah
Admin
Hutan Mangrove Baros Bantul: 20 Tahun Berpacu Menumbuhkan Asa di Tengah Ganasnya Abrasi dan Sampah
HARIANE - Perjuangan menumbuhkan Hutan Mangrove Baros Bantul ternyata bukan perkara mudah.
Bak layu sebelum berkembang, ribuan pohon mangrove atau bakau muda gagal tumbuh lantaran terpaan erosi dan abrasi di muara Sungai Opak tersebut.
Belum lagi sampah yang terbawa arus sungai menjadi biang kerok matinya bakal pohon yang menjadi asa bagi warga dan ratusan spesies hewan.
Hutan mangrove Baros Bantul hanya mencapai luasan 3,5 hektar sejak dikembangkan 20 tahun yang lalu.
Padahal, tidak kurang dari 10 hektar lahan yang siap untuk disulap menjadi hutan bakau penangkal pengikisan tanah dan habitat beragam spesies binatang.
Pertumbuhan Hutan Mangrove Baros Bantul
Hutan bakau Baros saat ini banyak difungsikan sebagai destinasi wisata edukasi yang berada di Pantai Baros, Kelurahan Trihargo, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul. Penumbuhan Hutan bakau Baros ini telah dimulai sejak 2003 silam, dimana masyarakat menanam spesies pohon bernama latin Rhizopora ini untuk melindungi lahan pertanian mereka. Puluhan hektar area pertanian yang mayoritas merupakan lahan pasir tersebut berada tidak jauh dari aliran muara Sungai Opak dan garis pantai selatan. Jarak yang begitu dekat dengan laut juga menyebabkan hembusan uap air dari pantai yang akan mengganggu tanaman pertanian warga. Hutan bakau Baros saat ini dikelola oleh Keluarga Pemuda Pemudi Baros (KP2B) yang kemudian membentuk bagian-bagian khusus untuk pengelolaannya. Seksi Konservasi KP2B, Wawan Widia Ardi Susanto, mengakui bahwa pertumbuhan Hutan Mangrove Baros Bantul ini sebenarnya belum seperti yang diharapkan. "Uap air laut mengandung garam yang akan merusak pertanian warga. Kami mengakui perkembangan luasan hutan bakau di Pantai Baros tidak seperti yang kita harapkan," sebutnya kepada Hariane. Menurutnya di wilayah tersebut sebenarnya memiliki 10 hektar lahan yang siap untuk dikembangkan menjadi hutan bakau. Namun begitu, pertumbuhan hutan sejak 20 tahun lalu tidak lebih dari 40 persennya saja. Padahal hampir setiap pekannya ada penanaman yang dilakukan oleh pengelola maupun pengunjung. Diakuinya, tidak mudah menumbuhkembangkan tanaman dengan bentuk akar yang khas tersebut. Abrasi dan Sampah di Hutan Bakau Baros Wawan Widia menyebut ada dua hal yang menjadi kendala terbesar dalam menjaga kelestarian tanaman mangrove. Kondisi aliran air di Muara Opak menurutnya menjadi faktor utama, yaitu perpindahan suangan (mulut laguna) yang terjadi secara periodik. Titik pertemuan air sungai dan laut itu biasanya akan berpindah-pindah setiap tahunnya. Hal ini tentu menyebabkan perubahan aliran air di Muara Sungai Opak yang kemudian meningkatkan potensi abrasi. Dikatakannya, aliran Sungai Opak biasanya akan membawa tanah dan menjadi endapan di sekitar bibir sungai. Endapan tanah dan lumpur itu merupakan area paling baik untuk menanam bakau. Namun, pada musim penghujan dan Sungai Opak banjir, endapan tanah tersebut akan tersapu oleh arus dan hanya menyisakan pasir yang mudah tergerus abrasi. Jika area endapan tanah dan lumpur itu sebelumnya sudah ditanami mangrove, maka tanaman di atasnya pun dipastikan ikut hanyut tergerus air. "Desember (2022) itu banjir dan menghanyutkan (bakau) yang ada di sisi selatan. Padahal tinggi (pohon) rata-rata sudah tiga meter-an," sebutnya. Diakuinya, lahan di Hutan Mangrove Baros Bantul itu tidak sepenuhnya terdiri dari tanah dan lumpur. Di area tersebut kedalaman lumpur dan tanah hanya sekitar 1-3 meter saja, kemudian lapisan di bawahnya merupakan pasir. Sehingga jika lapisan tanah dan lumpur sudah habis tersapu air, maka dipastikan bakau sudah tidak ada harapan hidup lagi. Sehingga, yang menjadi persoalan adalah bagaimana agar lapisan tanah dan lumpur itu masih tetap bertahan selama pertumbuhan bakau. Padahal rata-rata tanaman bakau butuh waktu 5-10 tahun agar sanggup menahan gerusan air. "Setiap tahunnya ada banjir dan perubahan pola aliran di muara sungai," tandasnya. Belum lagi menurut Wawan, masalah sampah yang juga mengancam pertumbuhan tanaman bakau. Wilayah itu merupakan muara Sungai Opak melewati Kabupaten Sleman dan Bantul yang aliran airnya membawa sampah dari hulu. Sampah yang terbawa aliran sungai itu kemudian akan tersangkut pada pucuk dan batang tanaman mangrove muda. Lurah Tirtohargo, Sugiyamto mengaku sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pengelola untuk menghalau sampah tersebut. Salah satunya dengan memasang jaring paranet di area tanaman bakau sehingga sampah yang terbawa arus akan tersangkut dan tidak merusak tanaman. Namun begitu upaya pemasangan jaring paranet ini bukan perkara yang sederhana. Karena pengelola harus menyiapkan pilah-pilah bambu sebagai rangka jaring yang ditanam. Belum lagi luasan area penanaman yang juga membutuhkan jumlah jaring paranet yang tidak sedikit. "Itu pun juga tidak akan bertahan kuat jika banjir Sungai Opak itu besar," ungkapnya.Upaya Pembibitan Hutan Mangrove Baros Bantul
Suyamto menjelaskan, keinginan masyarakat untuk terus mengembangkan hutan bakau di wilayahnya cukup besar meskipun kondisi alam yang menuntut upaya lebih keras. Diakuinya potensi hidup tanaman bakau yang relatif rendah kemudian mengharuskan adanya penanaman secara terus menerus. Upaya penanaman itu awalnya juga menhadapi kendala ketersediaan bibit, dimana di awal pengembangannya selalu pendatangkan bibit dari luar. Beruntung, sejumlah pohon bakau yang ditanam saat ini sudah berumur cukup dewasa dan dapat menghasilkan biji mangrove. Dari sanalah kemudian pengelola belajar untuk membuat persemaian bibit bakau di lokasi yang sama. Hal ini tentu menjadi harapan yang baik untuk keberlangsungan upaya penanaman mangrove secara terus menerus. Dua jenis tanaman bakau yakni Rhizophora dan Avicennia yang ditanam sejak 2003 lalu saat ini sudah dapat diandalkan menjadi sumber bibit. Suyamto menjelaskan bahwa Hutan Mangrove Baros Bantul ini kedepannya akan meluas hingga di sekitar Jembatan Kretek II, sehingga membutuhkan banyak bibit baru. "Sementara ini masih ditanami warga (pertanian), Saya kira yang disini (Baros) ini lima hektar, yang di dekat jembatan itu dua hektar dulu," pungkasnya. **** Baca artikel menarik lainnya di harianejoga.com
1