HARIANE – Warga Gunungkidul memiliki sebuah tradisi yang selalu diselenggarakan setiap satu tahun sekali. Tradisi tersebut adalah Rasul atau Rasulan.
Dalam pelaksanaan tradisi ini, banyak kegiatan yang dilakukan oleh warga, seperti pertunjukan kesenian yang pernah terlupakan.
Mulai dari ketoprak, jathilan, reog, penampilan tarub, dan yang tidak boleh ketinggalan yaitu pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
Sejak bulan Februari hingga Juni ini, banyak padukuhan maupun kalurahan yang menyelenggarakan tradisi Rasul dan menggunakan pagelaran wayang kulit. Hal ini tentunya menjadi berkah tersendiri bagi para dalang wayang.
Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Perpadi) Gunungkidul, Heri Nugroho, mengatakan sejak pasca panen bulan Februari lalu memang sudah banyak daerah yang menggelar Rasul dan mengundang dalang lokal maupun dari luar Gunungkidul.
Menurutnya, yang paling ramai adalah pada Senin Pahing, 9 Juni 2025, ketika ada puluhan padukuhan yang menggelar Rasulan.
“Sebagai contoh, pada Senin Pahing, 9 Juni 2025, setidaknya ada 22 lokasi yang menggelar Rasulan dan mengadakan pagelaran wayang kulit,” kata Heri Nugroho.
Dalam pelaksanaan tradisi Rasul, menurutnya, memang tidak lepas dari hitungan Jawa yang menganggap hari dan tanggal tertentu sebagai hari baik serta diharapkan membawa berkah tersendiri di kemudian hari.
Sebagaimana diketahui, warga Gunungkidul masih begitu kuat memegang perhitungan Jawa.
“Pada prinsipnya, semua tanggal dan hari itu baik. Tetapi masing-masing memiliki persepsi tersendiri. Masyarakat menganggap Senin Pahing merupakan hari baik untuk Rasul dan beberapa hajat lainnya karena dirasa membawa adem ayem, toto titi tentrem bagi mereka,” tandasnya.
Di bulan Juni ini, atau setelah Hari Raya Iduladha, memang hampir setiap hari ada padukuhan atau kalurahan yang menggelar Rasul.
Namun, saat memasuki bulan Suro (Jawa) atau Muharam, tradisi ini biasanya tidak diselenggarakan dan akan dilanjutkan pada bulan berikutnya.