Berita , Teknologi
Di Era AI, Wanita Makin Beresiko Jadi Korban Sextortion dan Deepfake Pornografi
Dilansir dari ijrs.or.id, Sextortion merupakan gabungan dari istilah ’sexual‘ (seksual) dan ’extortion‘ (pemerasan). Salah satunya dengan media video asusila.
Bentuk pemerasannya sendiri bisa bermacam-macam, mulai meminta uang ke korban hingga paksaan untuk melakukan hubungan seksual dengan pelaku.
Modusnya, pelaku akan mengancam mempermalukan korban dengan mengancam menyebarkan foto dan video ke publik jika permintaannya tak dipenuhi.
Di masa lalu, pelaku bisa melakukan sextortion dengan video hubungan konsensual yang disertai konten intim yang kemudian disalahgunakan, catfishing (menggunakan identitas palsu) hingga peretasan.
Sebab, penggunaan video hasil editing akan mudah dikenali. Terutama oleh pakar telematika.
Namun dengan perkembangan AI yang mampu menciptakan "fake reality video", kebohongan video makin sulit dideteksi.
Terkait hal ini, FBI beberapa waktu bahkan telah mengeluarkan himbauan agar lebih berhati-hati dalam mengunggah foto maupun video ke media sosial.
Badan tersebut mengatakan, pelaku penjahat kini memanfaatkan AI untuk mengubah foto-foto yang tidak berbahaya menjadi konten eksplisit.
"Siapa pun sekarang dapat mengakses dan mengedit gambar-gambar ini secara digital dan menciptakan konten berbahaya dari konten yang awalnya tidak berbahaya," kata Lauren Coffren, Direktur Eksekutif Divisi Anak-Anak yang Dieksploitasi.
Sextortion di Indonesia
Di sisi lain, wanita Indonesia masih sering kali dipandang sebagai objek yang dilemahkan, baik secara emosional maupun dalam pandangan hukum.
Psikolog Klinis dari APDC, Cania Mutia mengatakan, budaya sosial patrilineal atau patriarki di Indonesia menganggap laki-laki mempunyai kedudukan lebih tinggi.