Berita , D.I Yogyakarta
Mahasiswa UST Jogja Desak Rektor Dipecat Buntut Dugaaan Tindak Kekerasan Hingga Intimidasi

HARIANE - Mahasiswa UST Jogja yang tergabung dalam Aliansi Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) mendesak Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa (MLPTs) untuk memecat rektor dari jabatannya.
Rektor UST Jogja diminta mundur merupakan buntut dari kegiatan diskusi anti korupsi yang mengalami reprosifitas dan berujung dikeluarkannya surat pemecatan Ketua dan Anggota Majelis Mahasiswa Universitas (MMU).
Pemecatan dua mahasiswa dari jabatannya di MMU UST tersebut lantaran Aliansi KBM UST melaksanakan diskusi bertema anti korupsi dengan dua mantan pegawai KPK di luar lingkungan kampus setelah sebelumnya sempat dilarang oleh pihak universitas.
KBM UST Yogyakarta berencana menggelar diskusi publik pada 19 September 2023 lalu yang dihadiri Novel Baswedan dan Yudi Purnomo.
Selain itu turut mengundang juga pegiat anti korupsi Wasingatu Zakiyah dan Eko Prasetyo sebagai pemantik.
Agenda yang rencananya diselenggarakan di Ruang Ki Sarino, Fakultas Ekonomi UST ini mendapat larangan dari Rektor UST, Prof Pardimin.
Meski demikian, panitia tetap menyelenggarakan diskusi dengan memindahkan acara ke Asrama Pelajar Balai Sriwijaya Sumsel Yogyakarta.
Pada 25 September 2023, Surat Keputusan tentang pemberhentian pengurus Majelis Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa Universitas (MMKBMU) UST dikirimkan ke Grup Kemahasiswaan-MMU.
Surat bernomor 155/UST/Kep/Rek/IX/2023 itu menetapkan bahwa dua nama, yaitu Wahyu Wicaksono Djiwandono dan Misthika Dewi diberhentikan dengan hormat dari jabatan keduanya sebagai Ketua dan Anggota Majelis Mahasiswa Universitas.
Surat Keputusan tersebut ditetapkan pada 20 September 2023, sehari setelah agenda diskusi antikorupsi diselenggarakan.
Perwakilan Aliansi KBM UST yang enggan disebutkan namanya mengatakan, mahasiswa menengarai pemecatan karena keterlibatan keduanya dalam penyelenggaraan diskusi tersebut meski dilakukan di luar kampus sebab rektor sudah melarang.
Larangan tersebut menimbulkan dugaan bahwa pihak kampus mengancam kebebasan mimbar akademik dan membungkam ruang demokrasi.