Berita
Menengok Rumah Tradisional Berusia 250 Tahun di Gunungkidul yang Terus Dipertahankan Pemiliknya
HARIANE - Gunungkidul kaya akan warisan budaya dan cagar budaya yang terus dilestarikan, baik oleh pemiliknya maupun pemerintah. Salah satunya rumah tradisional berusia 250 tahun milik Suwardi.
Rumah joglo, limasan, dan kampung milik Suwardi, warga Padukuhan Trengguno Wetan, Kalurahan Sidorejo, Kapanewon Ponjong memiliki sejarah panjang seiring yang mewarnai pergulatan Indonesia meraih dan mempertahankan kemerdekaan.
Hal itu menjadi salah satu alasan sang pemilik tetap mempertahankan rumah ini meskipun ada beberapa tawaran untuk membelinya dengan harga fantastis.
Suwardi bercerita bahwa rumah yang terletak di pinggir jalan Semanu – Bedoyo ini merupakan peninggalan nenek dan kakeknya. Di bagian depan, bangunan rumahnya berbentuk joglo, kemudian di bagian belakang masih ada bangunan berbentuk limasan dan kampung.
Sejak kedua orang tuanya meninggal, rumah ini hanya dihuni oleh dirinya bersama adik perempuannya.
Rumah tersebut konstruksinya 100 persen terbuat dari kayu lawas yang berusia ratusan tahun. Bentuk bangunan ini tidak pernah diubah atau diganti, semuanya masih sama seperti dulu.
Selain bangunannya yang masih asli, ubin di rumah tersebut juga masih asli dan tradisional, yaitu ubin batu berukuran kecil.
Bangunan lawas ini pernah beberapa kali ditawar oleh warga luar daerah maupun turis dari Jepang, namun Suwardi gigih mempertahankan dan tidak menjualnya.
Ia beranggapan bahwa tidak hanya mempertahankan bangunan rumah warisan keluarganya, tetapi juga nilai sejarahnya.
“Dulu sempat ada orang yang datang ke sini dan ingin membeli rumah ini. Termasuk ada turis dari Jepang yang juga sempat menawar untuk membeli, tapi saya katakan tidak mau menjual rumah dengan segala cerita keluarga ini," ucap Suwardi.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa rumah berusia ratusan tahun ini memiliki sejarah yang luar biasa. Di lokasi ini, Jendral Sudirman sempat singgah saat melakukan perjalanan perang gerilya, beristirahat sebentar di depan rumah ini.
“Pada waktu itu saya masih anak-anak. Jendral Sudirman ditandu melewati jalan itu dan berhenti di depan rumah ini, pasukannya lumayan banyak. Beliau hanya berhenti untuk istirahat kemudian meminta air kelapa dan kembali melanjutkan perjalanan,” kata Suwardi.