Berita , D.I Yogyakarta
Pentas Ki Gedhe Pramudito, Dalang Cilik Binaan Kundha Kabudayan Kota Yogyakarta
HARIANE- Pramunditya Ahimsa Untoro remaja berusia 14 tahun dan biasa disapa Tio ini menunjukkan bakat istimewanya yakni dengan tampil ndalang di SMPN 15 Yogyakarta pada Jumat, 24 November 2023 malam yang merupakan bagian dari Pekan Projek Penguatan Pelajar Pancasila (P5).
Seluruh pementasan wayang ini juga didukung oleh remaja seusianya mulai dari penabuh gamelan hingga sinden. Bahkan, terlihat Alfariel Augusto Wijonarko dalang cilik yang masih kelas 5 di SD Baciro, Yogyakarta membantu menggebuk drum pementasan wayang tersebut.
Keduanya, Tio dan Fariel adalah binaan Kundha Kabudayan Kota Yogyakarta juga terdapat satu orang dewasa yang menjadi pengendang pada pementasan yakni Ki Gunawan, dalang wayang kulit yang sekaligus pensiunan guru pedalangan SMKI.
Selama sepekan, Ki Gunawan melatih anak-anak menabuh gamelan, nyinden, dan juga melatih Tio mendalang. Saking gembiranya akan pentas bersama teman-temannya, Tio menjuluki dirinya sendiri sebagai Ki Gede Pramudhita.
Pementasan wayang yang digagas oleh Suryani. Seorang guru Seni Budaya SMPN 15 Yogyakarta dibantu dukungan Kepala Sekolah, guru, dan semua orang tua kelas VII dan VIII sehingga acara begitu meriah. Kolaborasi dua angkatan ini melibatkan sekitar 600-an siswa.
Sebelum pentas wayang, sejak pukul 13.00 WIB mereka menampilkan berbagai atraksi seperti tari, dolanan anak, sesorah, macapat, pranatacara, teater daerah, dan langen carita. Tidak ketinggalan, siswa-siswa lain juga jualan aneka jajanan dalam rangka praktik kewirausahaan.
Rangkaian kegiatan ini sudah sesuai dengan tema gelar Karya P5, yaitu Kearifan Lokal dan Kewirausahaan. Pentas yang berdurasi 1,5 jam ini membawakan lakon *Sang Tetuko*.
Dimana menceritakan dari kekisruhan kahyangan karena Prabu Nagapracona ngamuk lamarannya ditolak para Dewa. Dewa kalah semua. Akhirnya Bathara Guru mengutus Narada pinjam anaknya Arimbi, Tetuka, utk melawan Pracona. Tetuka digembleng di kawah candradimuka oleh Dewa hingga sakti dan tumbuh dewasa kemudian diberi nama Gatotkaca. Gatotkaca berhasi mengalahkan Pracona kemudian diangkat jadi Raja di Pringgondani.
Ayah Tio, Ratun Untoro menyatakan bahwa dirinya sangat optimis, dimana bahasa dan sastra Jawa akan tetap terus lestari dan berkembang.
"nut zaman kelakone. Bahkan, cita cita mewujudkan bahasa Jawa anjayeng bawana menjadi hal yang tidak mustahil," ujarnya.
Hal ini tentu tidak lepas dari peran orang tua mendampingi anak-anaknya agar senantiasa mencintai dan bangga terhadap bahasa dan sastra Jawa.****