Jateng
Cerita Kampung Bahari Tambaklorok Semarang, Nasib Para Nelayan dan Kelumit Hidup di Atas Ombak Kota Atlas
Amron yang sehari-hari menjadi anggota Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia di Semarang, menceritakan perbedaan nelayan dahulu dan saat ini yang terlampau kontras.
Hasil tangkapan yang berkurang, masalah mesin kapal dan biaya operasional yang membengkak, serta pemukiman masyarakat yang terkikis jadi problematika pelik.
"Dulu nelayan itu meskipun biaya operasional kecil, tetapi hasil tangkapan konsisten. Sementara alam saat ini tidak bisa ditebak, dan nelayan modern mulai menggunakan alat-alat yang merusak eksosistem laut," tutur Amron.
Sistem penangkapan ikan di laut yang serampangan jadi faktor utama berkurangnya hasil tangkapan nelayan dalam beberapa tahun terakhir. Subsidi solar yang masih kurang merata juga jadi persoalan lain Nelayan Tambaklorok.
Belum lagi hasil melaut yang tidak konsisten, dan abrasi yang memakan habis rumah-rumah di pinggiran laut kian menambah derita para nelayan di Tambaklorok.
"Ini mas, rumah saya sudah dua kali tenggelam. Setiap sepuluh tahun sekali itu pasti ada saja rumah yang tenggelam dan nelayan habis uangnya untuk merenovasi rumahnya," tutur Amron.
Bergelut dengan realita, nelayan Kampung Bahari Tambaklorok Semarang saat ini masih mengadu nasibnya pada laut dan bertahan dengan alam yang kian tak bersahabat.****
Baca artikel menarik lainnya di harianesemarang.com.