Berita , Kalteng
3 Kejanggalan Kasus Kekerasan Seksual di Kalimantan Tengah, Pendamping Hukum Anak Diminta Keluar
Meski akhirnya dilangsungkan pada hari itu pukul 17.00 WIB, ternyata menurut keterangan yang diperoleh dari YLBHI ada beberapa kejanggalan yang terjadi.
Kejanggalan pertama adalah hakim menyetujui protes terduga pelaku atas keberadaan Penasihat Hukum (PH) untuk mendampingi korban yang masih berstatus anak di bawah umur.
Protes disampaikan oleh PH terduga pelaku yang mengatakan bahwa penasihat hukum korban tidak mempunyai kepentingan untuk berada dalam persidangan tersebut.
Mendengar hal tersebut, menurut PH korban hal ini melanggar pasal 23 ayat 1 UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di mana setiap pemeriksaan anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai UU.
PH korban juga menambahkan ada juga hukum lain yang berkaitan dengan hal ini yakni Pasal 26 ayat 1 dan 2 UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Dalam pasal tersebut dikatakan korban dapat didampingi oleh pendamping hukum baik advokat maupun paralegal pada semua pemeriksaan dalam proses peradilan.
Kejanggalan kedua sidang kasus pelecehan seksual di Kalimantan Tengah yaitu hakim tak mempedulikan permintaan jaksa yang meminta supaya korban tidak bertemu langsung dengan terduga pelaku.
Padahal jaksa mengungkapkan korban masih mengalami trauma sebagai dasar permintaan tersebut.
Kejanggalan terakhir adalah menurut ibu korban, selama persidangan berlangsung hakim berlaku intimidatif kepada korban.
Diungkapkan ketika korban minta didampingi oleh PH, hakim bertanya apakah kasusnya masih ingin dilakukan dan mengatakan seharusnya sidang peradilan anak dilakukan secara tertutup dan tidak ada orang lain yang diperbolehkan ikut.