Berita , D.I Yogyakarta
Penampakan Kantor Notaris di Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, Tutup-Temuan Surat Permintaan Pengembalian Sertifikat Tanah
"Kurang lebih semingguan yang lalu ada juga yang tanya kantor notaris," kata pedagang yang tidak ingin disebutkan namanya.
Diberitakan sebelumnya, sejak beberapa waktu lalu, kasus yang dialami Mbah Tupon mulai ramai dibicarakan. Ia diduga telah ditipu oleh sejumlah orang yang memanfaatkan ketidaktahuannya untuk menguasai tanah miliknya. Mbah Tupon sendiri tidak bisa membaca dan menulis, dan pendengarannya pun sudah berkurang.
Anak sulung Mbah Tupon, Heri Setiawan (30), mengisahkan duduk perkara yang sedang dialami keluarganya. Pada tahun 2020, ayahnya menjual sebagian tanah yang dimiliki seluas 2.103 meter persegi kepada salah satu tetangga berinisial B.
Ia menjual tanah seluas 298 meter persegi dengan harga Rp1 juta per meter persegi. Dalam kesempatan lain, Mbah Tupon juga menghibahkan tanah untuk akses jalan dan digunakan sebagai gudang RT.
Semua tanah itu kemudian dipecah dari sertifikat awal hingga menyisakan lahan seluas 1.655 meter persegi. Di lahan inilah Mbah Tupon dan keluarganya tinggal.
Selang beberapa bulan kemudian, B menawarkan kepada Mbah Tupon untuk memecah sertifikat menjadi beberapa bidang, yakni untuk Mbah Tupon dan tiga orang anaknya.
Semua biaya yang timbul akan ditanggung oleh B sepenuhnya, dengan mempertimbangkan sisa utang pembelian tanah kepada Mbah Tupon senilai Rp35 juta.
"Sejak awal memang pembayarannya dilakukan secara angsuran. Jadi bapak masih punya Rp35 juta di B," kata Heri.
Atas tawaran itu, Mbah Tupon setuju. Ia menyerahkan sertifikat kepada B. Ia juga sempat diajak dua kali ke tempat berbeda oleh orang suruhan B untuk menandatangani sejumlah dokumen. Sayangnya, saat itu ia tidak didampingi anaknya.
"Bapak kurang tahu apa yang ditandatangani, soalnya tidak bisa baca tulis. Dokumen juga nggak dibacakan, tahunya cuma proses pecah sertifikat," ucap Heri.
Seiring berjalannya waktu, sertifikat tak kunjung datang. Beberapa kali ditanyakan, Mbah Tupon hanya mendapatkan jawaban seadanya.
"Cuman dijawab 'sabar, lagi proses'," ujar Heri menirukan perkataan B.